
KEMAJUAN teknologi dan perkembangan kecerdasan buatan (AI) ternyata mampu merambah ke ranah kesehatan, salah satunya perawatan kardiovaskular atau jantung. Dengan bantuan teknologi terkini, diharapkan memberikan layanan kardiovaskular yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih mudah diakses di tengah keterbatasan tenaga kesehatan.
Penyakit kardiovaskular menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia. Sekitar 650 ribu orang didiagnosis setiap tahunnya, dan penyakit ini menjadi penyebab kematian utama di Tanah Air. Penyakit jantung pun menyebabkan beban biaya kesehatan sebesar Rp10,3 triliun, atau lebih dari 700 juta dolar Amerika Serikat setiap tahun.
Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung dan fasilitas kesehatan yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia, yang terdiri atas lebih dari 17 ribu pulau. Saat ini hanya terdapat sekitar 1.500 dokter spesialis jantung di seluruh Indonesia.
Selain itu, rumah sakit yang memiliki layanan jantung lanjutan hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga masyarakat di daerah terpencil sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai.
Ketua Bidang Medis Yayasan Jantung Indonesia (YJI) sekaligus kardiologis di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Ario Soeryo Kuncoro, mengatakan teknologi bisa membantu pekerjaan lebih cepat dan efisien. Pencitraan, pengobatan, dan pemantauan berbasis AI, serta integrasi data pasien lintas fasilitas kesehatan merupakan solusi penting untuk menjembatani kesenjangan layanan. Teknologi virtual berbasis AI juga memungkinkan fasilitas kesehatan di daerah terpencil memberikan layanan lebih cepat dan efektif.
"Sangat membantu kami bekerja lebih cepat dan efisien adalah ketika memiliki teknologi yang tepat. Teknologi ini menyederhanakan alur kerja, mempercepat proses diagnosis, dan mendukung pengambilan keputusan," kata Ario dalam keterangannya yang diterima Rabu (28/5).
Diagnosa yang lebih cepat akan berdampak pada penanganannya, sehingga peluang kesembuhan jauh lebih besar.
"Pasien bisa didiagnosis lebih cepat, ditangani lebih awal, dan peluang hasil yang lebih baik juga meningkat. Secara keseluruhan, rumah sakit bisa melayani lebih banyak pasien, yang sangat penting di wilayah dengan sumber daya terbatas," ungkapnya.
Menurut Philips Future Health Index 2024, sebanyak 74% pemimpin layanan kesehatan di Indonesia berencana untuk berinvestasi dalam teknologi generative AI dalam tiga tahun ke depan, jauh di atas rata-rata global sebesar 56%.
Teknologi kesehatan mutakhir, seperti pencitraan, pengobatan, dan pemantauan berbasis AI, menjadi kunci dalam memberikan layanan jantung yang lebih baik di tengah keterbatasan jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia.(M-2)