
PARA peneliti baru-baru ini menemukan bukti spesies laba-laba yang umum ditemukan di Amerika Utara mengubah struktur jaringnya. Perubahan struktur itu untuk menghadapi polusi suara di lingkungan perkotaan.
Sebuah studi terbaru mengungkapkan temuan menarik mengenai kemampuan adaptasi laba-laba. Para ilmuwan menemukan laba-laba dapat menyesuaikan jaring mereka untuk menyaring kebisingan yang dihasilkan manusia, yang semakin meningkat di kota-kota besar.
“Laba-laba ini telah menemukan solusi yang luar biasa — mereka dapat menggunakan jaringnya sebagai alat bantu pendengaran maupun penyumbat telinga,” ujar Eileen Hebets, seorang ahli biologi dari University of Nebraska-Lincoln dan penulis makalah penelitian yang dipimpin Brandi Pessman, peneliti pascadoktoral di universitas tersebut.
Laba-laba jaring corong tersebar luas di wilayah Amerika Utara. Dengan ukuran sekitar seperempat dengan kaki terentang, laba-laba ini dapat menempelkan jaringnya pada berbagai objek, mulai dari batu dan rumput hingga benda-benda buatan manusia. Mereka menjalin corong dalam jaring mereka yang menjadi tempat persembunyian dari predasi.
Sutra yang mereka hasilkan tidak lengket, sehingga laba-laba bergantung pada kecepatan dan teknik penyergapan. Ketika mereka merasakan keberadaan mangsa di jaring, mereka akan segera meluncur keluar dan menyerang, dengan menyuntikkan racun ke tubuh mangsa sebelum mencairkan bagian dalamnya untuk memudahkan proses pencernaan.
Meski laba-laba tidak memiliki telinga seperti manusia, mereka tetap dapat merasakan suara melalui getaran yang merambat di tanah dan menjangkau sutra jaring mereka.
“Mereka sangat bergantung pada getaran yang akurat untuk menentukan lokasi, jenis, dan keputusan menyerang terhadap mangsanya,” jelas Dr. Pessman.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Current Biology, Dr. Pessman dan Dr. Hebets mengumpulkan laba-laba dari lingkungan perkotaan dan pedesaan, kemudian membawanya ke laboratorium. Setiap laba-laba ditempatkan dalam wadah yang dilengkapi dengan pengeras suara di bagian bawah yang memutar suara putih dengan volume keras atau pelan selama empat hari.
Para peneliti kemudian menganalisis jaring yang dibangun setiap laba-laba dengan mengirimkan getaran yang dapat diukur di titik-titik tertentu.
Dr. Hebets dan Dr. Pessman tidak menemukan perbedaan signifikan dalam cara jaring laba-laba kota dan laba-laba desa memperantarai getaran saat suara yang diputar tenang.
Namun, ketika suara keras diputar untuk laba-laba yang berasal dari kota, mereka menemukan jaring tersebut menjadi kurang sensitif, sehingga mengurangi jumlah getaran yang diteruskan ke corong. Meskipun peneliti tidak dapat memastikan perbedaan struktural jaring tersebut, Dr. Pessman mencatat tampak jelas bahwa laba-laba kota "mengurangi kebisingan konstan saat mendekati tempat mereka bereksplorasi. "
Sebaliknya, ketika laba-laba desa mendengarkan suara keras, mereka membangun jaring yang lebih sensitif. Para peneliti berspekulasi laba-laba desa tidak terbiasa dengan kegaduhan semacam itu, sehingga mereka berusaha lebih keras untuk merasakan kedatangan mangsa, mirip dengan seseorang yang menyalakan televisi saat mesin pemotong rumput lewat di dekat jendela.
Penelitian ini menyoroti kecerdasan luar biasa yang dimiliki laba-laba, seperti yang dikemukakan Dr. Hebets, karena mereka telah menemukan cara untuk mencari makanan dan pasangan meskipun terjebak dalam masalah kebisingan di kota besar.
“Meskipun sistem sensorik hewan dapat, dan memang, beradaptasi seiring waktu evolusi sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan, hal ini memerlukan waktu,” ujar Dr. Hebets. “Namun, perubahan perilaku dapat terjadi dengan segera." (New York Times/Z-2)