
UNTUK memperkuat program strategis nasional Koperasi Merah Putih, para pemangku kepentingan dari pemerintah, akademisi, dan komunitas profesional komunikasi menekankan urgensi membangun sistem komunikasi publik yang jelas, konsisten, dan akuntabel.
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Dadang Rahmat Hidayat menegaskan pentingnya membangun komunikasi transformasional untuk mengubah persepsi negatif masyarakat terhadap koperasi.
“Selama ini koperasi diasosiasikan dengan skala kecil, tidak efisien, dan tidak modern. Padahal banyak koperasi sukses tapi tidak terekspos. Kita perlu membongkar narasi lama dan menggantinya dengan citra koperasi yang adaptif, berbasis inovasi dan kemandirian,” kata Dadang saat Talkshow bertajuk “Bedah Program Prioritas Prabowo: Koperasi Merah Putih” yang digelar oleh Ikatan Alumni Fikom Unpad, Sabtu (24/5).
Direktur Pengembangan Lembaga Dana Bergulir Kementerian Koperasi (LPDB-Kemenkop), Afif Thosin Roy Akhmad menyampaikan, hingga saat ini telah terbentuk lebih dari 40.000 unit koperasi, menuju target 80.000 unit hingga Oktober 2025.
Afif mengatakan, hingga Oktober mendatang, Kementerian Koperasi menargetkan terbentuknya 80 titik percontohan (mock up) Koperasi Merah Putih di berbagai wilayah Indonesia. Masing-masing koperasi diwajibkan memiliki enam unit usaha mandatori, yakni kantor koperasi, kios sembako, unit simpan pinjam, klinik desa, apotek desa, serta gudang atau cold storage, dilengkapi dengan satu unit usaha tambahan sesuai potensi lokal. LPDB, sebagai satuan kerja di bawah Kemenkop akan memberikan pembiayaan bergulir dengan bunga sangat rendah kepada koperasi-koperasi percontohan tersebut.
Afif menilai tantangan terbesar dalam percepatan realisasi program bukan hanya kelembagaan, tetapi juga keselarasan komunikasi di tengah percepatan program.
“Kami menghadapi tantangan besar dalam waktu yang sangat singkat. Pembentukan koperasi memang dipermudah, dengan kolaborasi antarkementerian, pemerintah daerah, hingga notaris. Tapi yang paling krusial adalah menjelaskan dengan benar kepada publik bahwa ini bukan program hibah, tapi ekosistem usaha kolektif berbasis kemandirian,” ujar Afif.
Afif juga menyoroti banyaknya kesalahpahaman publik yang muncul akibat pesan yang kurang utuh diterima oleh masyarakat.
“Kami berupaya mengharmonisasi sistem dan kebijakan lintas 13 kementerian, tapi harmonisasi komunikasi juga harus disegerakan. Banyak persepsi keliru yang tersebar, dari isu hibah hingga jumlah dana yang akan diterima oleh tiap unit koperasi,” ujarnya.
Risiko Komunikasi
Sementara itu, Ketua IKA Fikom Unpad Hendri Satrio menyoroti risiko komunikasi yang tidak terkoordinasi di tengah program-program besar pemerintah yang bersifat kerakyatan. Ia mengatakan Presiden Prabowo Subianto memiliki visi tentang kesejahteraan rakyat melalui program Sekolah Rakyat, Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga koperasi Merah Putih. Akan tetapi, ia mengatakan komunikasi ke masyarakat terkait program tersebut belum berjalan mulus.
"Komunikasi ke masyarakat masih seliweran. Banyak informasi beredar dalam bentuk katanya-katanya, seperti siapa pengurus koperasi, apakah benar tiap koperasi dapat dana Rp5 miliar, dan sebagainya. Ini berpotensi menimbulkan kegaduhan bila tidak dijelaskan lebih awal,” ujarnya.
Hendri mengingatkan pentingnya proaktif dalam komunikasi publik, bukan sekadar reaktif.
“Jangan sampai kontroversi duluan, klarifikasi belakangan. Kalau komunikasi publik lemah, niat baik bisa ditangkap publik secara salah. Kita perlu membantu memperjelas, bukan menambah keruh,” tegasnya.
Hendri mengatakan diskusi kali ini menjadi awal dari rangkaian kegiatan Forum Komunikasi Merah Putih, inisiatif IKA Fikom Unpad untuk mendukung kebijakan publik dari sisi komunikasi strategis. Para alumni Fikom Unpad akan terlibat dalam edukasi literasi koperasi, penguatan kapasitas komunikasi kelembagaan, serta perancangan narasi publik yang inklusif.
“Keberhasilan Koperasi Merah Putih bukan hanya keberhasilan pemerintah, tapi keberhasilan kita semua sebagai warga bangsa. Dan komunikasi yang kuat adalah pondasinya,” tutupnya. (M-3)