
SEBANYAK delapan kloter jemaah haji reguler gelombang pertama telah tiba di Arab Saudi pada 2 Mei 2025. Dari total 3.224 jemaah yang tiba, tercatat sekitar 83,24% merupakan jemaah berisiko tinggi (risti).
Untuk memberikan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat, Kementerian Kesehatan berkomitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan haji tahun 1446 H/2025 M yang prima, terstandar, dan mudah diakses.
Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Kesehatan Tahun 1446 H/2025 M Mohammad Imran menyatakan, pemerintah telah menyiapkan berbagai fasilitas kesehatan melalui Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) yang beroperasi di dua daerah kerja yaitu Madinah dan Mekkah. KKHI difungsikan sebagai tempat perawatan dan rujukan bagi jemaah haji Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan, baik yang dirujuk dari Pos Kesehatan Kloter, Pos Kesehatan Sektor, maupun Pos Kesehatan Bandara.
"Jemaah yang sakit akan ditangani terlebih dahulu di Unit Gawat Darurat (UGD) KKHI untuk kemudian menjalani proses triase, yaitu penggolongan tipe dan tingkat kegawatdaruratan pasien," ujar Imran dalam keterangan resmi, Minggu (4/5).
Ia menjelaskan, KKHI akan menangani hasil kondisi pasien pada tingkat kesakitan/cedera ringan dan sedang. Namun, jika hasil triase di level sedang dan berat atau kondisi gawat darurat, jemaah akan segera dilakukan resusitasi dan dirujuk ke rumah sakit pemerintah Arab Saudi (RSAS) untuk penanganan lanjutan.
“Selama masa perawatan, petugas kesehatan di KKHI juga memberikan edukasi dan penyuluhan kepada pasien serta keluarga atau jemaah lain yang menjenguk,” ujar Imran.
Pelayanan kesehatan di KKHI bersifat kuratif dan rehabilitatif, dengan fokus pada pemulihan dan penyembuhan secara cepat dan tepat. Jenis layanan yang tersedia meliputi penanganan gawat darurat, rawat inap, perawatan intensif di ICU dan HCU, serta pelayanan ambulans untuk proses rujukan dan evakuasi.
Di dalam menangani kasus psikiatri pada jemaah, KKHI memerlukan obat narkotika dan psikotropika. Pada tahun ini, Badan POM Arab Saudi menerapkan aturan yang lebih ketat dengan melarang impor obat narkotika dan psikotropika.
"Sehingga, untuk penyediaan obat tersebut, Kementerian Kesehatan RI bekerja sama dengan Abeer Medical Group sebagai fasilitator dengan penyedia obat narkotika dan psikotropika. Penyedia obat ini merupakan pihak yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan Arab Saudi," pungkasnya. (Ata/M-3)