
DIREKTUR Eksekutif Lembaga Kajian & Advokasi Independensi Peradilan (Leip) Muhammad Tanziel Aziezi menilai pernyataan Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto soal gaya hidup mewah para hakim sudah terkualifikasi sebagai tamparan keras, bukan lagi sentilan.
Sebelumnya, Sunarto menyoroti hakim yang mengenakan barang dengan jenama mewah, seperti Louis Vuitton, Bally, sampai mobil Porsche. Padahal, gaji para hakim hanya berkisar Rp20 jutaan.
"Bagi kami, ini adalah bentuk kemarahan Ketua MA sebagai pimpinan lembaga peradilan tertinggi atas perilaku oknum hakim yang beliau lihat sendiri," kata Aziezi kepada Media Indonesia, Sabtu (24/5).
Lewat pernyataannya, Sunarto disebutnya sedang mengajak para hakim untuk berefleksi dan tidak menjatuhkan wibawa. Kalau hanya dilihat sebagai sentilan, hakim justru tidak dapat dibina dengan cara yang baik oleh pimpinan MA. Alih-alih, diperlukan cara yang lebih keras lagi, misalnya penegakan hukum.
Bagi Aziezi, penyataan Sunarto bahkan dapat dibaca sebagai sinyal keras dari MA kepada aparat penegak hukum untuk mengusut semua hakim yang bergaya hidup hedonis dan tidak sesuai dengan profil pendapatan mereka.
Adapun cara yang dapat dilakukan adalah dengan memeriksa semua Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) para hakim serta menganalisis kewajaran antara pendapatan dan gaya hidup para hakim.
"Kalau penegak hukum tidak melakukan apa-apa juga, bagaimana mau mengharapkan institusi peradilan terbebas dari perilaku hedon dan koruptif," jelasnya. (Tri/P-1)