
DIREKTUR Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono memaparkan sejumlah alasan mengapa gempa di Myanmar tidak mudah mempengaruhi kegempaan di wilayah Indonesia.
Pertama, ujar dia, sumber gempa yang berbeda. Menurut Daryono, jalur Sesar Sagaing yang menjadi pemicu gempa Myanmar tidak menerus masuk ke wilayah Indonesia.
Kedua, jaraknya cukup jauh dari wilayah Indonesia. Ujung selatan jalur Sesar Sagaing hingga Pulau Sabang jaraknya sekitar 1.256 km. Ketiga, masing-masing segmen sumber gempa akan mengalami rilis energi sendiri-sendiri, bukan saling picu. Daryono menjelaskan, setiap segmen sumber gempa memiliki besaran laju geser (slip-rate) sendiri-sendiri. Itu dapat mengalami akumulasi tegangan sendiri-sendiri pada masing-masing segmen.
"Jika akumulasi medan tegangan melampaui batas elastisitas batuannya, maka akan terjadi pergeseran secara tiba-tiba yang dimanifestasikan sebagai gempa," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (30/3).
Keempat, tidak ada konsep/teori saling picu dan tidak ada rambatan gempa. Beberapa aktivitas gempa yang terjadi di suatu kawasan dalam waktu dan jarak yang berdekatan, katanya, sebenarnya tidak memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Apalagi di wilayah memiliki banyak sumber gempa. Karena itu beberapa jalur sesar dapat rilis gempa sendiri-sendiri.
"Jika terjadi gempa yang berdekatan jarak dan waktunya itu faktor kebetulan saja, tidak ada hubungannya," ungkapnya.
Kelima,masih sulit menerangkan secara empirik dugaan bahwa antar gempa dapat saling berhubungan. Hingga saat ini, kata Daryono, kita masih lebih mudah mengkaji aktivitas gempa dalam aspek spasial dan temporal daripada mengkaji perubahan dan perpindahan tegangan (stress) di kulit Bumi.
"Inilah mengapa sangat sulit menerangkan secara empirik dugaan sebagian orang bahwa antar gempa dapat saling berhubungan, merambat dan dapat menjalar kesana kemari," ujarnya.
Keenam, yang baru bisa dijelaskan adalah kaitan antara gempa utama dan gempa susulannya. Dalam teori pemicuan antar gempa bersifat statis, pemicuan yang bersifat statis dapat terjadi pada gempa-gempa yang sangat dekat jaraknya.
Ia mencontohkan munculnya gempa-gempa baru (aftershocks) yang terjadi di sekitar gempa utama (mainshock) yang diduga kuat akibat pemicuan gempa yang bersifat statis (static stress transfer) dari gempa yang terjadi sebelumnya. Transfer tegangan statis ini berkurang secara cepat terhadap jarak dan disebabkan oleh perpindahan patahan yang permanen.
Ketujuh, secara empirik masih sulit menjelaskan sebuah gempa dapat dipicu oleh gempa jauh. Dalam teori pemicuan antargempa bersifat dinamis, pemicuan yang bersifat dinamis dapat berkaitan dengan gempa-gempa dekat dan jauh.
Transfer tegangan dinamis ini nilainya lebih kecil, berkurang dengan melambat terhadap jarak dan merupakan tegangan yang dibawa oleh gelombang seismik melalui batuan.
"Konsep pemicuan dinamik ini lebih sering dikaitkan dengan potensi gempa yang dipicu dari jarak jauh, namun banyak persyaratan yang harus terpenuhi sehingga konsep ini sangat kompleks dan rumit," kata Daryono.
Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, kata dia, tampak bahwa aktivitas tektonik di zona Sesar Sagaing tidak dengan mudah secara langsung mempengaruhi wilayah Indonesia. Indonesia memiliki sistem sumber gempa sesar aktif dan zona subduksi sendiri yang menjadi sumber utama aktivitas seismik di wilayahnya.
Meskipun antarsegmen sesar berdekatan tetapi kalau salah satu sesarnya “belum matang” akumulasi energinya, ia tidak akan bisa terjadi saling picu gempa.
Namun demikian, kata Daryono, sebagai langkah kesiapsiagaan, meski tidak mudah gempa Myanmar mempengaruhi kegempaan Indonesia, masyarakat sebaiknya tetap diimbau agar tidak abai dengan keberadaan jalur sesar aktif di daerah masing-masing.
"Jalur sesar ini dapat dilihat di peta tektonik. Jika ternyata tempat tinggal kita relatif dekat sumber gempa maka sebagai upaya mitigasi kita wajib membangun rumah yang memenuhi standar tahan gempa," pungkasnya. (H-4)