
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) menduga kasus dugaan korupsi kredit bank menjadi penyebab PT Sritex menjadi pailit. Penyelewengan dana untuk kepentingan pribadi membuat perusahaan itu hancur.
“Sehingga seperti yang kita tahu sekarang mengalami pailitan. Artinya kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali bahwa PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (23/5).
Catatan Keuangan?
Harli mengatakan, penyidik sejatinya sudah mendalami catatan keuangan Sritex. Perusahaan itu sejatinya tercatat kebanjiran untung pada 2020.
“Karena sebagaimana informasi yang sudah disampaikan di tahun 2020 perusahaan ini mengalami keuntungan sekitar Rp1,8 triliun. Tetapi pada tahun 2021 itu sudah minus Rp15 triliun lebih,” ucap Harli.
Keuntungan Turun?
Keuntungan cuma bertahan setahun. Jika dilihat, total kerugian sampai Rp15 triliun pada 2021, juga dinilai tidak masuk akal.
“Jadi ada deviasi yang cukup signifikan, yang barangkali itu menjadi anomali dan pintu masuk bagi kita untuk mengkaji, menganalisa. Kenapa sih harus sampai begitu Nah makanya ternyata disana ada juga tindak bidana korupsi,” ucap Harli.
Sebabkan Pailit?
Penyebab kepailitan ini akan didalami penyidik Kejagung dengan memeriksa saksi ke depannya. Kejagung mengaku miris dengan kelakuan Komisaris Utama Sritex Irwan Setiawan Lukminto yang memaksakan kehendak sendiri atas dana kredit dari bank.
“Karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” ujar Harli.
Kejagung menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka yakni Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (ISL), eks Direktur Utama (Dirut) Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM) dan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS).
Awal Rasuah?
Kejagung menyebut kasus ini dimulai karena Sritex menerima kredit dari bank pemerintah dengan total yang belum dilunasi sebesar Rp3,5 triliun. Total itu berasal dari Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan 20 bank swasta lainnya.
Penyidik menemukan adanya perlawanan hukum atas proses piutang di Sritex ini. Negara ditaksir merugi Rp692,9 miliar dari total utang Rp3,5 triliun. (Can/P-3)