Dulu Dianggap Gulma, Kini Alang-Alang Diangkat Jadi Senjata Melawan Hama

5 hours ago 1
Dulu Dianggap Gulma, Kini Alang-Alang Diangkat Jadi Senjata Melawan Hama Ilustrasi(MI/Kristiadi)

DULU hanya dianggap gulma liar yang mengganggu sawah, kini, alang-alang justru diangkat sebagai 'senjata biologis' oleh peneliti IPB University untuk melawan hama padi. 

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Prof Purnama Hidayat mengungkapkan tumbuhan yang kerap tumbuh di pematang sawah ini terbukti menjadi rumah alami bagi serangga parasit, yakni musuh alami yang mampu menekan populasi hama pengganggu tanaman padi.

Salah satu studi yang dilakukannya menunjukkan bahwa lalat ganjur alang-alang (Orseolia javanica), yang selama ini menyebabkan kerusakan hingga 20% pada tanaman alang-alang—gulma tangguh dengan 60% biomassanya tersembunyi di dalam tanah—ternyata memiliki musuh alami yang sangat efektif. 

"Kami berhasil mendeskripsikan spesies parasitoid baru yang diberi nama Platygaster orseoliae," ucapnya dalam Konferensi Pers Pra-Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University yang digelar melalui zoom, Kamis (22/5).

MI/HO--Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Prof Purnama Hidayat

Menariknya, kata Prof Purnama, parasitoid ini tidak hanya menyerang lalat ganjur pada alang-alang, tetapi juga menyerang lalat ganjur padi (Orseolia oryzae) saat tanaman padi tersedia. 

"Artinya, alang-alang yang selama ini dianggap sebagai gulma ternyata dapat berfungsi sebagai refugia alami bagi musuh alami hama padi," jelasnya.

Ia mengatakan bahwa temuan ini sangat potensial dalam pengendalian hama secara hayati dan ramah lingkungan. Dengan menyediakan habitat alami bagi musuh hama di sekitar area pertanian, petani dapat mengurangi ketergantungan terhadap pestisida kimia yang selama ini berdampak negatif terhadap lingkungan.

Pada kesempatan itu, Prof Purnama juga memaparkan pengembangan perangkat lunak identifikasi serangga berbasis teknologi digital bernama LUCID. 

Menurutnya, identifikasi serangga tidak bisa dilakukan dengan mata telanjang. Ukurannya yang kecil dan jumlah spesiesnya yang sangat banyak membuat proses identifikasi menjadi tantangan tersendiri.

"Dengan LUCID, proses identifikasi bisa 50 persen lebih cepat dibanding metode konvensional. Selain itu, perangkat ini memudahkan siapa pun untuk belajar mengenali serangga tanpa harus menjadi ahli taksonomi," ungkapnya.

Dalam paparannya, Prof Purnama juga mengatakan bahwa serangga memiliki peran luar biasa besar bagi kehidupan manusia. Meski kerap dianggap remeh, serangga merupakan kelompok hewan paling dominan di bumi, mencakup sekitar 80 persen dari seluruh spesies hewan.

Ia mengungkapkan, "Secara biomassa, berat total serangga dua setengah kali lipat lebih besar dari total biomassa manusia. Nilai ekonomi dari jasa ekologi yang mereka berikan pun sangat besar."

Berdasarkan estimasi, kontribusi serangga terhadap ekosistem dan ekonomi global diperkirakan mencapai hampir Rp3.760 triliun, angka yang tiga kali lebih besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2025. 

Di sisi lain, serangga juga dapat merugikan. Sekitar 30 persen hasil pertanian rusak akibat serangan hama, dan penggunaan pestisida untuk mengendalikannya kerap memperparah kerusakan lingkungan.

Namun, potensi serangga tidak berhenti di situ. Beberapa jenis seperti black soldier fly (lalat tentara hitam) dan ulat sagu bahkan mulai dikembangkan sebagai sumber protein alternatif. 

Tidak hanya itu, struktur tubuh serangga pun menginspirasi teknologi modern, seperti mata capung yang menjadi acuan pengembangan kamera 3D untuk mobil otonom, dan manuver terbangnya yang menginspirasi desain drone dan helikopter.

"Serangga adalah makhluk kecil dengan dampak yang luar biasa. Jika dimanfaatkan dan dikelola dengan bijak, mereka bisa menjadi kunci keberlanjutan ekosistem dan pertanian kita," ucapnya. (Z-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |