SITUASI ekonomi global yang terguncang akibat kebijakan proteksionis Amerika Serikat, khususnya tarif dagang yang dipicu oleh Presiden Donald Trump, dinilai bukan lagi ranah teori ekonomi, melainkan sepenuhnya langkah politik.
Hal itu ditegaskan oleh Ekonom Senior sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini melalui keterangannya.
"Teori ekonomi sudah tidak berlaku. Sekarang yang menentukan arah ekonomi adalah politik," ujarnya, Kamis (10/4).
Menurut Didik, dalam sejarah pemikiran ekonomi, Adam Smith menempatkan pemerintah, individu, dan pasar dalam keseimbangan untuk menciptakan kesejahteraan. Namun, sistem itu kini terancam ambruk karena keputusan sepihak yang tidak lagi mempertimbangkan asas ekonomi.
"Seluruh tatanan ekonomi dan perdagangan dunia yang didasarkan pada asas dan hukum ekonomi sudah dengan sendirinya roboh dan ambruk karena politik," tutur dia.
Dampak langsung dari kebijakan tarif AS berpotensi menekan ekspor Indonesia ke negeri itu hingga 30%. Mengingat porsi ekspor ke AS mencapai sekitar 11-13% dari total ekspor Indonesia, penurunan ini bisa berimbas signifikan terhadap perekonomian nasional. Karena itu, Didik mendorong pemerintah untuk merespons dengan strategi politik, bukan hanya ekonomi. Ia menyarankan pembentukan poros alternatif yang melibatkan ASEAN, Asia Timur, India, dan Amerika Latin sebagai mitra dagang baru.
"Kita tidak perlu masuk dalam kutub konfrontasi AS-Tiongkok. Justru perlu membentuk poros ketiga yang lebih strategis," jelas Didik.
Ia juga menilai Presiden Prabowo Subianto memiliki karakter diplomasi yang menyerupai semangat Soekarno dalam Konferensi Asia Afrika.
"Penampilan dan langkah politik, diplomasi ekonomi dalam situasi ekonomi terguncang seperti ini perlu dilakukan," tambah Didik.
Meski begitu, ia menekankan pentingnya menjaga ketenangan makroekonomi dalam negeri.
"Menjaga inflasi, nilai tukar, serta melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi tetap harus menjadi prioritas," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan hal yang sama. Dia menilai Kebijakan tarif resiprokal terhadap banyak negara dinilai tak memiliki dasar. Angka-angka yang keluar dalam penetapan tarif oleh Negeri Paman Sam juga disebut melampaui ilmu ekonomi.
"Itu is purely transactional, tidak ada landasan ilmu ekonominya. Jadi teman-teman ini ada ISEI di sini, mohon maaf, tidak berguna pak ilmunya hari-hari ini," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, Selasa (8/4).
Dia menambahkan, kebijakan tarif resiprokal AS seolah dibuat serampangan untuk menutup defisit perdagangan dengan negara-negara yang disasar oleh Trump.
"Yang penting pokoknya tarif duluan. Karena tujuannya adalah menutup defisit, tidak ada ilmu ekonominya di situ," kata Sri Mulyani.
"Jadi ini adalah situasi yang harus kita hadapi secara sangat open minded, pragmatik dan pada saat yang sama kita harus agile, harus cepat. Policy apa yang bisa kita lakukan segera dan bisa mengoreksi atau menggunakan opportunity harus bisa kita lakukan sekarang," lanjutnya.
Diketahui, AS mengenakan tarif sebesar 32% kepada Indonesia dalam kebijakan resiprokal yang dirilis pada Rabu (2/4) waktu setempat. Kebijakan itu bakal berlaku pada Rabu (9/4). Namun Trump kembali mengumumkan pemberlakuan tarif ditunda selama 90 hari, kecuali untuk Tiongkok yang justru diperbesar menjadi 125%. (E-4)