
NAMA Kardinal Luis Antonio Gokim Tagle dari Filipina kembali mencuat sebagai salah satu figur kuat dalam konklaf mendatang yang akan memilih Paus baru. Dijuluki “Fransiskus dari Asia,” Tagle dikenal luas tidak hanya karena peran pentingnya dalam hierarki Gereja Katolik, tetapi juga karena kemampuan bahasanya yang luar biasa. Seorang poliglot yang fasih dalam berbagai bahasa internasional, Tagle menjadi jembatan yang efektif antara Vatikan dan komunitas Katolik global.
Lahir di Manila pada 21 Juni 1957, Tagle telah meniti perjalanan panjang dari seminari lokal hingga menduduki posisi strategis sebagai pro-prefek Dikasteri untuk Evangelisasi di Vatikan. Penunjukannya sebagai kardinal oleh Paus Benediktus XVI pada 24 November 2012 menjadi tonggak penting dalam karier gerejawinya.
Kemampuan Poliglot dan Diplomasi yang Luwes
Tagle dikenal mahir berkomunikasi dalam berbagai bahasa, termasuk Tagalog, Inggris, Italia, Prancis, Korea, Mandarin, dan Latin. Keunggulan linguistik ini memberinya posisi strategis dalam berdiplomasi dan menjalin hubungan lintas budaya. Ia juga dikenal sebagai negosiator andal yang mampu memadukan pendekatan politis yang halus dengan gaya personal yang ramah dan bersahaja.
“Latihan bersama itu penting, tapi latihan individual jauh lebih penting di usia segitu,” ujar Tagle, menyoroti pentingnya pendidikan personal dalam konteks pengembangan iman—sebuah refleksi atas pendekatannya yang mengedepankan dialog dan empati dalam membina umat dari berbagai latar belakang budaya.
Jejak Panjang Seorang Pelayan Gereja
Tagle tumbuh dalam keluarga multikultural. Ayahnya berasal dari kalangan elite Filipina, sementara ibunya keturunan Tionghoa dari keluarga mapan yang berimigrasi ke Filipina. Dikenal akrab dengan panggilan “Chito,” ia awalnya bercita-cita menjadi dokter. Namun, hidupnya berbelok ketika ia menerima ajakan masuk seminari—yang ia sebut sebagai bentuk “lelucon ilahi.”
Pendidikan teologi membentuk fondasi kuat bagi Tagle, terutama saat menempuh studi lanjut di Amerika Serikat dan menyelesaikan disertasi tentang kolegialitas episkopal di bawah bimbingan Joseph Komonchak. Ia juga dikenal sebagai bagian dari "Aliran Bologna," yang memandang Konsili Vatikan II sebagai tonggak besar dalam pembaruan Gereja.
Kiprah Internasional dan Posisi Strategis
Setelah kembali ke Filipina, Tagle menjabat berbagai peran penting, termasuk Uskup Imus dan Uskup Agung Manila. Ia terlibat aktif di tingkat global, termasuk dalam Sinode Uskup dan menjabat sebagai presiden Caritas Internationalis hingga 2022.
Tahun 2019 menjadi titik balik ketika Paus Fransiskus memintanya untuk menetap di Roma sebagai kepala Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa. Ia kemudian naik ke jenjang Kardinal-Uskup, tingkatan tertinggi di antara para kardinal, yang secara tradisional menjadi kandidat kuat dalam pemilihan Paus.
Dekat dengan Umat, Namun Penuh Nuansa
Tagle dikenal dengan gaya kepemimpinan yang dekat dengan umat, terutama kaum muda. Ia tak ragu untuk menari, bercanda, dan merayakan Misa secara sederhana. Meski begitu, pandangannya tentang isu moral kadang dianggap kompleks. Terkait Komuni bagi pasangan yang tidak menikah secara sakramental dan komunitas LGBTQ+, ia mengatakan Gereja perlu “belajar dari ajarannya tentang belas kasihan karena adanya ‘pergeseran dalam kepekaan budaya dan sosial’.”
Dengan rekam jejak yang mengesankan, kepiawaian dalam banyak bahasa, serta kepribadian hangat yang merangkul semua kalangan, Tagle tidak hanya mencerminkan wajah Katolik Asia, tetapi juga sosok yang mampu merangkul keberagaman global Gereja. Poliglot yang satu ini bisa saja menjadi sosok sentral dalam arah baru Vatikan. (MTVN/I-3)