Jabar Bergerak, Stunting Tinggi, Daun Kelor Jadi Senjata

4 hours ago 2
Jabar Bergerak, Stunting Tinggi, Daun Kelor Jadi Senjata Dr Theresia Monica Rahardjo, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha, menyampaikan pentingnya daun kelor untuk mengatasi stunting.(ISTIMEWA)

PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat terus menggencarkan upaya menurunkan angka stunting. Sebelumnya, Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat prevalensi stunting Jabar mencapai 21,7%, lebih tinggi dari angka nasional yang berada di 21,5%.

Lebih mengkhawatirkan lagi, angka ini mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka stunting Jabar berada di 20,2%. Kabupaten Bandung menjadi daerah dengan angka stunting tertinggi di Jabar, yakni mencapai 29,2%.

Namun di balik tantangan tersebut, harapan muncul dari gerakan yang sederhana namun berdampak besar, yakni konsumsi daun kelor.


Superfood Lokal

Dalam seminar bertajuk “Menuju Indonesia Bebas Stunting Dengan Daun Kelor” yang diselenggarakan oleh Forum Jurnalis Jawa Barat (FJJB) pada Jumat (25/4( di Bosccha Café, Bandung, berbagai narasumber memaparkan potensi besar daun kelor sebagai solusi gizi keluarga.

Salah satunya, dr. Theresia Monica Rahardjo, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha, yang menjelaskan bahwa dalam 20 gram daun kelor, terkandung berbagai zat penting seperti vitamin A, B2, B6, C, zat besi, dan magnesium yang esensial untuk tumbuh kembang anak serta kesehatan ibu hamil.

“Daun kelor merupakan bagian terbaik dari pohon kelor karena kandungan nutrisinya sangat lengkap. Daun ini mengandung protein, serat, asam amino, serta berbagai vitamin dan mineral yang kaya akan antioksidan. Manfaatnya sangat luas, mulai dari mencukupi gizi sejak dalam kandungan, masa balita, remaja, hingga ibu hamil. Singkatnya, daun kelor dapat dikonsumsi dan bermanfaat untuk semua usia,” ungkap perempuan yang akrab disapa Dokmo itu.

Dia menjelaskan, di Klinik Utama Permata Hati miliknya, baru saja menyelesaikan sebuah penelitian. Datanya sedang dalam proses pengolahan.

"Penelitian ini fokus pada ibu hamil, khususnya trimester pertama yang sering mengalami mual dan muntah, sehingga asupan gizinya menurun," ujarnya.

Pihaknya membuat sebuah produk bernama Chiarezza, yang merupakan kombinasi ekstrak daun kelor, jahe, dan temulawak. Hasil awal menunjukkan bahwa produk ini dapat mengurangi bahkan menghilangkan mual muntah, sekaligus meningkatkan asupan nutrisi ibu hamil.

Penelitian ini melibatkan 190 responden (95 kelompok kontrol dan 95 kelompok intervensi). Hasilnya akan segera diterbitkan di jurnal ilmiah terakreditasi.

Sementara itu, menurut dr Riadi Darwis, di masyarakat Sunda, daun kelor sudah lama dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, seperti lalapan, sayur bening hingga obat tradisional, seperti balur dengan minyak kelapa.

"Menurut catatan sejarah, daun kelor sudah dikenal sejak masa Kerajaan Sumedang Larang, digunakan sebagai lauk pendamping nasi oleh masyarakat tani. Ini menunjukkan bahwa konsumsi daun kelor bukanlah hal baru, tapi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun," ujarnya.


Sebelum Kehamilan


Di sisi lain, Manajer Hubungan Eksternal Bio Farma, Yuni Miyansari juga menyoroti pentingnya edukasi gizi sejak dini, bahkan sebelum kehamilan dimulai.

“Stunting bukan hanya berdampak pada tinggi badan, tapi juga kecerdasan anak. Maka, gizi ibu harus dipersiapkan sejak dini,” tegasnya.

Edukasi seperti ini sangat penting dan perlu lebih sering dilakukan agar calon ibu memahami pentingnya menjaga asupan gizi sedari awal. "Dengan begitu, kita bisa mempersiapkan generasi bangsa yang lebih sehat dan cerdas," pungkasnya.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan penurunan angka stunting hingga 14% pada 2025. Untuk itu, kolaborasi lintas sektor sangat dibutuhkan—mulai dari akademisi, lembaga kesehatan, media, hingga masyarakat umum.

Inovasi seperti pemanfaatan daun kelor menjadi salah satu pendekatan lokal yang berdaya guna dan berkelanjutan.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |