
PARA ilmuwan mengungkapkan “menghidupkan kembali” serigala raksasa yang telah lama punah melalui rekayasa genetika.
Para peneliti dari perusahaan bioteknologi Colossal Biosciences membagikan gambar tiga anak anjing berbulu putih salju yang menggemaskan, yang mereka sebut sebagai “kebangkitan pertama spesies yang punah” di dunia.
Serigala raksasa (Aenocyon dirus), yang dikenal luas berkat serial HBO Game of Thrones, punah pada akhir zaman es terakhir. Dengan menciptakan anak anjing yang mirip, CEO Colossal, Ben Lamm, mengatakan perusahaannya telah "membuat anak anjing serigala raksasa yang sehat" dan menghidupkan kembali predator ini setelah lebih dari 10.000 tahun punah.
Namun, banyak pakar menilai bahasa yang digunakan Colossal untuk menggambarkan pencapaian ini cukup menyesatkan. "Yang sebenarnya diciptakan Colossal adalah serigala abu-abu dengan karakteristik mirip serigala raksasa," kata Nic Rawlence, profesor asosiasi dan co-director dari Laboratorium Palaeogenetika Otago di Universitas Otago, kepada New Zealand Science Media Center (NZ SMC). "Ini bukan serigala raksasa yang dihidupkan kembali, melainkan 'hibrida'."
Untuk membuat anak anjing ini, para ilmuwan mengekstraksi DNA dari dua fosil serigala raksasa purba: sebuah gigi berusia 13.000 tahun dari Sheridan Pit, Ohio, dan tulang telinga bagian dalam berusia 72.000 tahun dari American Falls, Idaho. Menggunakan DNA tersebut, para peneliti menyusun sebagian genom serigala raksasa, lalu membandingkannya dengan genom kerabat terdekat mereka yang masih hidup seperti serigala, jakal, dan rubah.
Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, para ilmuwan memilih serigala abu-abu (Canis lupus) sebagai donor sel telur untuk “menghidupkan kembali” serigala raksasa — meskipun dua spesies ini sebenarnya tidak terlalu berkerabat dekat.
“Informasi terbaru menunjukkan serigala raksasa bukanlah serigala sejati,” ujar David Mech, profesor ahli ekologi dan perilaku serigala di Universitas Minnesota dan ilmuwan senior di U.S. Geological Survey.
Secara evolusi, serigala raksasa dan serigala modern berpisah sekitar 6 juta tahun lalu, membentuk genus yang sepenuhnya berbeda. “Serigala raksasa berasal dari genus yang berbeda, jadi ini adalah spesies yang sangat berbeda,” kata Philip Seddon, profesor zoologi dari Universitas Otago kepada NZ SMC. “Bisa jadi jakal Afrika lebih dekat kekerabatannya dengan serigala raksasa.”
"Serigala GMO"
Proses de-extinction membutuhkan sel telur dari hewan hidup untuk menjadi "wadah" pertumbuhan materi genetik hewan yang ingin diciptakan para ilmuwan. Setelah memilih serigala abu-abu untuk proses ini, ilmuwan Colossal kemudian mengumpulkan sel dari sampel darah serigala abu-abu dan memodifikasinya agar menyerupai sel yang ditemukan dalam fosil serigala raksasa. Menggunakan teknologi pengeditan gen CRISPR, tim tersebut melakukan total 20 perubahan pada 14 gen yang mereka anggap penting dalam membentuk ciri khas serigala raksasa.
Selanjutnya, mirip dengan proses kloning domba Dolly tahun 1996, para ilmuwan menyisipkan DNA dari sel yang telah dimodifikasi ke dalam sel telur serigala abu-abu yang sebelumnya telah dihilangkan materi genetiknya. Sel telur ini kemudian membawa semua informasi genetik untuk membentuk serigala dengan beberapa ciri khas serigala raksasa. Sel telur tersebut dibiarkan berkembang di laboratorium dan embrio yang dihasilkan ditanam ke rahim anjing peliharaan, yang secara teknis merupakan subspesies serigala abu-abu.
Anak-anak “serigala raksasa” pertama buatan Colossal, Romulus dan Remus, lahir pada 1 Oktober 2024, yang berarti mereka kini berusia lima bulan. Menurut Colossal, mereka dipelihara dan dipantau terus-menerus di sebuah cagar alam yang dikelilingi pagar setinggi 3 meter.
“Mereka akan menjalani hidupnya di cagar alam mewah di bawah perawatan manusia,” kata Bridgett vonHoldt, profesor genomik evolusi dan epigenetika di Universitas Princeton yang menjadi kolaborator Colossal. “Seperti yang kita lihat pada hewan kloning lainnya, kondisi kesehatan mereka seringkali tidak dapat diprediksi dan menjadi perhatian tersendiri.”
Anak ketiga, Khaleesi, lahir pada 30 Januari 2025. Masih belum jelas seberapa berbahaya hewan-hewan ini, namun perilaku mereka kemungkinan tidak akan jauh berbeda dari serigala abu-abu yang dipelihara manusia, apalagi sejak lahir mereka selalu dikelilingi oleh manusia, kata vonHoldt.
“Banyak serigala yang dipelihara bisa berinteraksi dengan manusia. Beberapa tetap jinak saat dewasa, sementara yang lain menjadi lebih tertutup. Saya rasa serigala raksasa ini tidak akan jauh berbeda.”
Romulus, Remus, dan Khaleesi tidak akan dilepaskan ke alam liar, namun ke depannya Colossal mengatakan akan mempertimbangkan opsi untuk memperkenalkan hewan-hewan ini ke “cagar alam ekologis yang aman dan luas, mungkin di tanah adat.”
Namun, beberapa ahli sangat meragukan keberhasilan langkah tersebut. “Pelepasan ke alam liar akan menghadapi banyak tantangan PR (hubungan masyarakat) dan hukum yang rumit, yang juga berlaku untuk hewan hasil rekayasa lainnya,” kata Mech.
Terkait serigala raksasa, Mech mengatakan masih menjadi pertanyaan besar bagaimana mereka akan beradaptasi di ekosistem modern. “Dulu mereka menempati relung ekologis yang benar-benar berbeda dari yang ada saat ini,” ujarnya.
Banyak ahli mengkritik pengumuman Colossal, namun sebagian juga memuji terobosan teknologi yang berhasil mereka capai. “Tentu ini menunjukkan kemajuan dalam teknologi genetika, yang bisa berguna dalam konservasi spesies yang masih ada,” ujar Seddon.
Salah satu spesies yang sudah mendapat manfaat dari terobosan ini adalah serigala merah (Canis rufus), serigala paling langka di dunia. Perusahaan mengumumkan kelahiran dua kelompok anak serigala merah hasil kloning, yang membantu meningkatkan populasi serigala merah di penangkaran AS dan memberi harapan baru untuk spesies ini.
Namun pada akhirnya, klaim Colossal menghidupkan kembali serigala raksasa dinilai menyesatkan, kata Seddon dan para pakar lainnya. “Colossal membandingkan genom serigala raksasa dengan serigala abu-abu, dan dari sekitar 19.000 gen, mereka mengubah 20 bagian dalam 14 gen dan menyebut hasilnya sebagai serigala raksasa,” ujar Rawlence.
Selain itu, “serigala raksasa” buatan Colossal secara teknis bukanlah kasus de-extinction pertama di dunia. Pada tahun 2003, ilmuwan di Spanyol pernah mengkloning spesies kambing liar yang punah bernama bucardo atau Pyrenean ibex (Capra pyrenaica pyrenaica). Seekor bayi kambing lahir, namun meninggal tujuh menit kemudian akibat kelainan paru-paru.
Pengumuman pada hari Senin berarti “kita kini punya serigala GMO, dan mungkin suatu hari nanti juga akan punya gajah Asia GMO, tapi untuk saat ini, kepunahan tetaplah sesuatu yang permanen,” ujar Seddon. (Live Science/Z-2)