IKPI Desak Penerbitan Aturan Perpanjangan PPh UMKM

9 hours ago 2
IKPI Desak Penerbitan Aturan Perpanjangan PPh UMKM Ketua Umum IKPI Vaudy Starworld(Dok IKPI)

IKATAN Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) mendorong pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan mengenai perpanjangan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM 0,5%. Permintaan ini muncul karena hingga pertengahan Maret 2025, peraturan yang ditunggu oleh pelaku UMKM ini, belum juga diterbitkan, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan Wajib Pajak khususnya Orang Pribadi (WP OP).

Ketua Umum IKPI, Vaudy Starworld, menyampaikan kekhawatiran akan situasi ini. Menurutnya, kondisi ini menyebabkan dilema dan keraguan bagi WP OP mengenai kewajiban pembayaran PPh untuk masa Januari dan Februari 2025. Bahkan ada kekhawatiran untuk masa tersebut WP OP belum melakukan penyetoran pajak, karena khawatir salah setor. Tentu ini akan berdampak negatif bagi penerimaan pajak.

“Kami mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah untuk menerbitkan ketentuan terkait perpanjangan tarif PPh Final UMKM 0,5%. Jika aturan tersebut diterbitkan sejak awal tahun, maka WP OP bisa langsung memanfaatkannya mulai Januari 2025,” ujar Vaudy dalam keterangannya, Senin (17/3).

Dikatakannya, perpanjangan fasilitas Tarif PPh Final 0,5% ini, yang sebelumnya diumumkan dan disampaikan kepada media oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, tepatnya pada 16 Desember 2024. Dalam konferensi pers tersebut, Menko Perekonomian memperkenalkan Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan yang mencakup perpanjangan fasilitas tarif UMKM hingga akhir 2025.

Ditegaskan Vaudy, perpanjangan ini seharusnya mencakup perubahan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam Pasal 5 PP tersebut, WP OP yang memanfaatkan fasilitas ini hanya bisa menikmati keringanan selama tujuh tahun.

Artinya, pemegang sertifikasi ahli kepabeanan dan kuasa di Pengadilan Pajak ini menegaskan bahwa WP OP yang mulai menggunakan fasilitas tersebut sejak 2018 tidak dapat lagi memanfaatkannya mulai Januari 2025, kecuali jika ada peraturan baru yang memperpanjang masa berlaku fasilitas tersebut.

Ketiadaan aturan baru hingga Maret 2025 menimbulkan ketidakpastian hukum bagi WP OP yang berharap dapat terus memanfaatkan insentif ini. Padahal, jika ketentuan tersebut diperpanjang sejak awal tahun, WP OP tidak akan menghadapi dilema terkait pembayaran pajak untuk masa Januari dan Februari 2025.

Lebih lanjut, ia menyoroti dampak yang lebih luas terhadap penerimaan pajak negara jika ketentuan ini tidak juga untuk segera diterbitkan. WP OP dengan peredaran bruto di bawah Rp500 juta, yang sebelumnya dibebaskan dari kewajiban PPh berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dan PP Nomor 55 Tahun 2022, WP akan menghadapi kebingungan dalam melaksanakan kewajibannya.

Mengenai adanya kewajiban penyampaian penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) yang wajib disampaikan oleh WP OP paling lama akhir Maret 2025. Karena ketiadaan ketentuan menyebabkan kebingungan bagi WP OP dengan jumlah peredaran bruto tertentu apakah di 2025 ini masih tetap menggunakan fasilitas Tarif PPh 0,5% Final, kembali ke NPPN, atau pembukuan.

Karenanya, WP OP tersebut diperhadapkan dengan kewajiban menyampaikan pilihan tersebut paling lama tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Pada PP 55/2022, khususnya Pasal 59, mengatur tentang waktu mulai dan berakhirnya penggunaan fasilitas PPh Final bagi WP OP sejak mereka terdaftar. Ketentuan ini berhubungan erat dengan PP 23/2018, sehingga perpanjangan fasilitas PPh Final menjadi langkah penting untuk menjaga kepastian hukum dan mendukung kepatuhan pajak masyarakat. Hal ini juga merupakan pemenuhan janji pemerintah sebagaimana disampaikan pada konferensi pers oleh Menko Perekonomian.

Ia berharap pemerintah dapat segera menindaklanjuti perpanjangan ini agar tidak berdampak negatif pada WP OP dan penerimaan negara serta mempunyai kepastian hukum. “Kami berharap regulasi ini dapat segera diterbitkan sesuai dengan paket kebijakan stimulus ekonomi yang diumumkan oleh pemerintah sendiri,” kata Vaudy. 

Sementara itu, Ketua Departemen Humas IKPI, Jemmi Sutiono, turut menyoroti pentingnya percepatan penerbitan regulasi tersebut. Menurutnya, ketidakpastian ini tidak hanya menimbulkan kebingungan di kalangan WP OP, tetapi juga berpotensi menimbulkan kekhawatiran berlebih terkait kepatuhan pajak.

“Situasi ini sangat berisiko menurunkan tingkat kepatuhan pajak, karena WP OP yang bingung bisa saja memilih untuk menunda penyetoran pajak hingga ada kejelasan aturan. Padahal, keterlambatan tersebut berpotensi menimbulkan sanksi administratif yang seharusnya bisa dihindari jika regulasi diterbitkan lebih awal,” ujar Jemmi.

Jemmi menegaskan bahwa IKPI mendukung penuh langkah pemerintah untuk segera merilis aturan terkait, demi memberikan kepastian hukum bagi WP OP dan menjaga kelancaran penerimaan pajak negara. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |