
MEMBACA Al-Qur’an bukan hanya menjadi ibadah yang mampu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, tetapi juga mampu menjadi jalan untuk memberi manfaat bagi sesama. Lewat ayat suci yang dilantunkan, siapa sangka sebuah gerakan sederhana bisa menjadi aksi kolektif yang menghidupkan harapan di pelosok negeri.
Hal ini yang terjadi dalam inisiatif Sumbang Sambung Ayat, sebuah program dari Flip yang mengajak masyarakat membaca Al-Qur’an sambil berdonasi untuk guru ngaji.
Melalui program ini, setiap ayat yang dibaca dikonversi menjadi donasi Rp5.000 oleh Flip. Tak disangka, sebanyak lebih dari 13.000 peserta ikut terlibat dan berhasil membaca lebih dari 25.000 ayat selama Ramadan, setara dengan empat kali khatam Al-Qur’an secara kolektif.
Total donasi yang terkumpul bahkan mencapai Rp100 juta. Bantuan ini disalurkan untuk mendukung sarana dan prasarana kegiatan belajar-mengajar di berbagai TPQ di Jakarta, Bekasi, Indramayu, Kalimantan Selatan, hingga Bengkulu.
Salah satu penerima manfaat adalah Ustadz Darih, 42, guru ngaji sekaligus penggagas TPQ Darul Khoir di Desa Sukatenang, Kabupaten Bekasi.
Sejak muda, Ustadz Darih memimpikan kampung halamannya menjadi kampung Qur’ani. Namun jalan yang ia tempuh tidak mudah. Demi menyambung hidup dan tetap bisa mengajar, ia juga berjualan bubur ayam keliling setiap pagi. Usai berdagang, ia mengajar ngaji mulai dari ba’da zuhur hingga sore hari.
“Ini ikhtiar saya mencari nafkah sekaligus amal. Saya tidak ingin bagian saya di akhirat habis hanya untuk sedikit kenikmatan dunia,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Senin (19/5).
Semangatnya mengajar dimulai dari halaman depan rumahnya, tanpa memungut biaya sepeser pun. Kini, TPQ Darul Khoir memiliki lebih dari 100 santri yang dibimbing oleh tiga guru—yang semuanya adalah anak dan istri beliau. Bantuan dari Sumbang Sambung Ayat akan digunakan untuk membeli meja belajar, papan tulis, dan sound system portable agar proses belajar lebih nyaman.
“Saya prihatin saat mengajar. Biasanya mereka ngaji di lantai atau tanah. Bantuan ini sangat berarti untuk keberlangsungan kegiatan belajar-mengajar,” ujar Ustadz Darih.
Kisah lain datang dari Ustadz Zakaria, penggagas Rumah Tahfidz Al-Azhar di Desa Teluk Kepayang, Kalimantan Selatan.
Awalnya, tantangan yang dihadapi sangat besar. Ia harus mengedukasi masyarakat yang sebagian besar bekerja sebagai penambang emas ilegal dan petani, tentang pentingnya pendidikan agama. Perlahan, ia merangkul tokoh masyarakat dan perangkat desa untuk mendukung lahirnya lembaga pendidikan nonformal yang berbasis Al-Qur’an.
Kini, Rumah Tahfidz Al-Azhar telah menjadi tempat belajar bagi 20 santri, banyak diantaranya telah menamatkan hafalan juz mereka. Dengan bantuan dari Program Sumbang Sambung Ayat, Ustadz Zakaria akan melengkapi fasilitas belajar dengan meja anak, iqro, juz amma, dan Al-Qur’an.
“Terima kasih kepada Flip atas program ini. Semoga dari sini lahir generasi penghafal Al-Qur’an yang berkualitas, beradab, dan berilmu,” tuturnya.
Program Sumbang Sambung Ayat tidak hanya fokus ke mengaji, namun juga menyambungkan semangat ibadah dengan empati sosial. Dengan pendekatan kreatif dan berbasis teknologi, gerakan ini menjadi jembatan kebaikan antara ribuan netizen dan guru-guru ngaji yang selama ini berjuang dalam sunyi. (H-2)