Kapan Harus Menghentikan Anak dari Empeng dan Isap Jempol? Ini Kata Pakar

5 hours ago 2
Kapan Harus Menghentikan Anak dari Empeng dan Isap Jempol? Ini Kata Pakar Ilustrasi(freepik)

KEBIASAAN anak mengisap empeng atau jempol kerap membuat orangtua khawatir. Seperti yang dialami Finey Harden, yang akhirnya meminta bantuan 'peri empeng' untuk menukar empeng kesayangan anak perempuannya yang berusia 18 bulan dengan satu set stiker baru. 

Finney Harden adalah salah satu dari banyak orangtua yang berjuang menghadapi dilema menghentikan penggunaan empeng, menurut jajak pendapat yang dilakukan pada 19 Mei oleh Rumah Sakit Anak C.S. Mott di Universitas Michigan.

Dari 820 orangtua di Amerika yang disurvei, sekitar setengah melaporkan anak mereka menggunakan empeng, dan seperempat lainnya melaporkan adanya kebiasaan mengisap jempol. Sebagian besar orangtua mengatakan kebiasaan tersebut efektif untuk menenangkan anak yang rewel dan mempersiapkan waktu tidur siang atau malam.

“Ini adalah teknik menenangkan diri yang umum bagi anak-anak,” kata Dr. Susan Woolford, dokter anak di rumah sakit tersebut dan salah satu direktur jajak pendapat. “Tapi kemudian orangtua mulai bertanya-tanya bagaimana cara menghentikannya tanpa menyebabkan terlalu banyak kekacauan bagi anak.”

Menurut Woolford, anak-anak umumnya meninggalkan kebiasaan ini dengan sendirinya pada usia dua hingga empat tahun ketika mereka mulai menemukan cara baru untuk menghadapi stres di lingkungannya. Namun, beberapa orangtua mungkin ingin campur tangan karena khawatir akan perkembangan emosional dan kesehatan mulut anak mereka.

Sebagian besar orangtua yang disurvei setuju empeng sebaiknya dihilangkan sebelum anak berusia dua tahun. Namun untuk kebiasaan mengisap jempol, tidak ada kesepakatan yang jelas. Satu dari enam orang tua menyatakan menyesal karena tidak menghentikan kebiasaan itu lebih awal.

Kapan waktu yang tepat?

Menghentikan kebiasaan menggunakan empeng atau mengisap jempol bukan keputusan yang cocok untuk semua anak, kata Dr. Sarat Thikkurissy, dokter gigi anak dan juru bicara American Academy of Pediatric Dentistry yang tidak terlibat dalam jajak pendapat. Dampak buruk terhadap kesehatan sering kali tergantung pada seberapa sering, lama, dan kuat anak menggunakan refleks mengisap ini sebagai cara menenangkan diri.

Dalam beberapa kasus, kebiasaan ini dapat menyebabkan gigi depan bagian atas terdorong ke depan, sehingga anak kesulitan menutup mulutnya — yang bisa menyebabkan masalah bicara dan bernapas melalui mulut di kemudian hari, kata Thikkurissy, yang juga profesor di Departemen Pediatri Universitas Cincinnati. “Semakin lama mereka terus melakukannya setelah usia empat tahun, semakin kecil kemungkinan perubahan ini bisa diperbaiki.”

Dokter anak juga dapat menyarankan untuk menghentikan kebiasaan empeng atau mengisap jempol jika kebiasaan itu membuat anak sering sakit. Secara khusus, mengisap jempol telah dikaitkan dengan infeksi telinga yang berulang, kata Dr. Dipesh Navsaria, dokter anak dan ketua Dewan Anak Usia Dini dari American Academy of Pediatrics.

Meski begitu, semakin lama anak bergantung pada kebiasaan ini, semakin sulit untuk menghentikannya. “Idealnya, jika tidak terlalu sulit, menghentikan kebiasaan empeng atau isap jempol pada usia 18 bulan adalah hal baik. Tapi saya tidak akan terlalu khawatir jika masih terjadi pada usia dua atau bahkan tiga tahun,” kata Navsaria, yang juga profesor di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat Universitas Wisconsin.

Jika anak masih menggunakan empeng atau mengisap jempol secara terbuka setelah usia empat tahun, Navsaria mengatakan ia akan mempertimbangkan apakah anak mengalami nyeri kronis atau keterlambatan perkembangan, yang mungkin memerlukan lebih banyak perilaku penenang diri.

Faktor lingkungan yang menimbulkan stres juga dapat menyebabkan kebiasaan lama, seperti mengisap jempol, muncul kembali, kata Annie Pezalla, dosen tamu psikologi di Macalester College, Minnesota, yang mempelajari perkembangan anak.

“Kalau Anda pernah mengalami hari yang sangat sulit dan ingin kembali ke sesuatu yang mengingatkan Anda pada masa kecil — ingin membuat kue atau membungkus diri dengan selimut lembut dalam posisi janin — itu adalah fenomena psikologis yang disebut regresi,” kata Pezalla. “Kita mundur ke keadaan yang lebih awal, kadang seperti bayi, di mana kita merasa aman.”

Masuk prasekolah atau taman kanak-kanak sering kali bisa memicu kembalinya kebiasaan mengisap jempol, tetapi orangtua tidak perlu khawatir karena biasanya itu bersifat sementara saat anak menyesuaikan diri dengan rutinitas baru. Dalam kasus yang lebih ekstrem, kehilangan orang tua sejak dini, orangtua yang bertugas militer, menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga, atau peristiwa traumatis lainnya juga bisa menyebabkan kebiasaan itu kembali.

“Dalam menghadapi kebiasaan ini, saya biasanya mulai dengan dua hal: Pertama, apakah ada masalah lain yang menyertai? Dan kedua, bagaimana pandangan orang tua terhadap apa yang terjadi?” kata Navsaria, seraya menambahkan bahwa dokter perawatan primer bisa membantu menilai apakah perlu ada intervensi.

Strategi intervensi

Orangtua dalam survei melaporkan berbagai strategi untuk membantu anak mereka berhenti menggunakan empeng atau mengisap jempol.

Taktik umum untuk menghentikan empeng termasuk membatasi penggunaannya hanya saat tidur, menyembunyikan atau “menghilangkan” empeng, dan mengajarkan anak sudah terlalu besar untuk menggunakannya melalui buku atau percakapan.

Orangtua melaporkan menghentikan kebiasaan mengisap jempol lebih sulit, dengan sebagian besar memilih untuk mengalihkan tangan anak dari mulut dan terus mengingatkannya untuk berhenti.

“Penting bagi orang tua untuk berbicara dengan anak tentang manfaat tidak menggunakan empeng atau tidak mengisap jempol, dan membantu mereka mengembangkan cara menenangkan diri yang baru,” kata Woolford, direktur jajak pendapat.

Benda pengganti seperti boneka atau selimut bisa memberikan kenyamanan sensorik yang dibutuhkan anak, kata Pezalla, seraya menambahkan kebiasaan menenangkan diri yang baru harus diberi penghargaan orangtua.

“Memberi hukuman kepada anak karena mencari kenyamanan justru bisa memperburuk keadaan,” katanya. “Saya pikir menunjukkan kasih sayang sebanyak mungkin kepada anak, dan mungkin juga menjadi lebih perhatian, bisa membuat anak merasa, ‘Oh, saya tidak butuh ini lagi. Saya aman, saya merasa nyaman.’”

Secara keseluruhan, Pezalla memperingatkan agar tidak menghakimi pilihan orangtua lain dalam menangani kebiasaan empeng atau mengisap jempol. “Saya melihat semakin banyak orang tua yang mencari panduan di media sosial tentang cara benar dan salah dalam membesarkan anak,” kata Pezalla. “Mereka mulai kehilangan intuisi untuk mengikuti petunjuk dari anak sendiri dan mempercayai naluri keorangtuaan mereka.” (CNN/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |