Hadapi Tekanan Ekonomi, Kelas Menengah Rentan Tergelincir ke Garis Kemiskinan

9 hours ago 6

EKONOM UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, menyebutkan angka kemiskinan di Indonesia menunjukkan penurunan. Kendati begitu, jumlah penduduk miskin tetap tinggi dan kerentanan ekonomi semakin meluas ke kalangan kelas menengah.

Kelompok kelas pun rentan tergelincir mengarah ke garis kemiskinan jika terjadi guncangan ekonomi. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023, Garis Kemiskinan (GK) tercatat sebesar Rp550.458 per kapita per bulan. Lebih dari 25 juta penduduk masih hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 90 juta orang lainnya masuk dalam golongan hampir miskin, dan 115 juta orang tergolong dalam rentan miskin.

“Fenomena ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia belum dinikmati secara merata dan belum terindikasi pro-poor. Dalam situasi ini, kalangan menengah atas akan semakin kaya, sementara kalangan menengah bawah tidak menikmati kesejahteraan tersebut. Sehingga memperlebar jarak kesenjangan antar kelas sosial,” jelas Wisnu dalam siaran pers, Minggu (20/4).

Wisnu menjelaskan pertumbuhan Indonesia didominasi pertumbuhan trickle down. Pada level provinsi, hanya 11 provinsi yang memiliki pertumbuhan pro-poor ataupun strongly pro-poor. Sementara daerah lainnya sebanyak 18 provinsi masih mengalami pertumbuhan trickle down atau manfaat pertumbuhan ekonomi yang dinikmati penduduk miskin secara proporsional lebih sedikit daripada penduduk tidak miskin. Lalu, tujuh provinsi mengalami immiserizing growth, yakni manfaat pertumbuhan ekonomi disinyalir hanya dinikmati oleh kelompok penduduk tidak miskin sehingga memicu terjadinya ketimpangan yang sangat besar.

Koordinator Bidang Kajian Equitable Transformation for Alleviating Poverty and Inequality (Equitas) itu mengatakan bahwa kelas menengah di perkotaan menghadapi tekanan biaya hidup yang tinggi. Sementara itu, dengan penghasilan yang stagnan, kelompok masyarakat kelas menengah ini berpotensi untuk jatuh ke kategori rentan atau menuju kelas menengah (aspiring middle class).

Wisnu juga menyoroti jumlah pertumbuhan penduduk lebih banyak berasal dari kelompok menengah ke bawah yang akhirnya menambah beban ekonomi rumah tangga dan mendorong angka kemiskinan.

Degradasi status juga ditunjukkan oleh tidak ada atau kurangnya graduasi dari program bantuan, seperti PKH yang tidak mendorong kemandirian masyarakat. Beberapa program juga belum menggunakan data yang lebih baru sehingga membuat banyak bantuan tidak tepat sasaran.

“Banyak penerima yang tetap menerima bantuan meski sudah tidak layak. Ini menunjukkan adanya penyasaran program yang kurang tepat dan juga kurangnya mobilitas naik kelas. Selain itu, banyak kelas menengah yang mulai tertekan (karena PHK, guncangan ekonomi, dan kesehatan) untuk mendapatkan program bantuan,” tutup dia. (AT/E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |