Gedung Putih Bantah Langgar Putusan Hakim dalam Deportasi Massal Anggota Geng

6 hours ago 1
Gedung Putih Bantah Langgar Putusan Hakim dalam Deportasi Massal Anggota Geng Gedung Putih membantah tuduhan mereka mengabaikan putusan hakim dalam deportasi 261 orang yang diduga anggota geng ke El Salvador.(Media Sosial X)

GEDUNG Putih membantah tuduhan dari kelompok hak asasi manusia bahwa mereka mengabaikan proses hukum dalam pelaksanaan deportasi massal pada akhir pekan lalu. Pemerintah AS mengirim 238 orang yang diduga anggota geng asal Venezuela serta 23 anggota geng internasional MS-13 ke penjara di El Salvador. Beberapa di antara mereka dideportasi dengan menggunakan undang-undang yang belum pernah diterapkan sejak Perang Dunia II.

Deportasi ini tetap berlangsung meskipun ada perintah penangguhan sementara dari hakim federal. Gedung Putih mengklaim bahwa perintah tersebut tidak sah dan baru dikeluarkan setelah proses deportasi selesai.

Tuduhan Pelanggaran dan Tanggapan Pemerintah

Baik pemerintah AS maupun El Salvador belum mengungkapkan identitas para tahanan atau memberikan rincian tentang dugaan keterlibatan mereka dalam aktivitas geng. Presiden Donald Trump menyatakan geng Tren de Aragua (TdA) telah "melakukan, mencoba, dan mengancam invasi atau serangan terhadap wilayah Amerika Serikat". 

Ia mengutip Undang-Undang Alien Enemies Act yang berasal dari tahun 1798, yang memungkinkan deportasi warga non-AS saat terjadi perang atau invasi. Namun, banyak pihak mempertanyakan dasar hukum yang digunakan Trump dalam kebijakan ini.

Menurut Gedung Putih, 137 dari total 261 orang yang dideportasi diproses menggunakan undang-undang tersebut. Namun, dasar hukum untuk deportasi sisanya masih belum jelas. Beberapa keluarga dari mereka yang dideportasi mengatakan kepada New York Times bahwa kerabat mereka tidak memiliki keterkaitan dengan geng.

Sementara itu, Gedung Putih menegaskan para tahanan memang anggota geng berdasarkan intelijen yang mereka peroleh.

Kontroversi Konstitusional dan Respons Hukum

Kasus ini menimbulkan pertanyaan konstitusional terkait prinsip checks and balances dalam sistem pemerintahan AS. Seorang hakim federal, James Boasberg, mengeluarkan perintah penghentian deportasi pada Sabtu malam, meminta penangguhan selama 14 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, pesawat yang membawa para deportan sudah lepas landas saat perintah dikeluarkan.

Menurut laporan media AS, ada kemungkinan bahwa pemerintahan Trump masih memiliki kesempatan untuk menghentikan sebagian deportasi. Data penerbangan menunjukkan bahwa pesawat pertama lepas landas pukul 17:25 EDT, sementara sidang hakim Boasberg masih ditunda. Penerbangan kedua berangkat pukul 17:44 EDT. 

Pada pukul 18:46 EDT, hakim memerintahkan pemerintah untuk memutar balik pesawat jika membawa warga non-AS. Namun, pukul 19:36 EDT, pesawat ketiga kembali berangkat dari Texas.

Gedung Putih bersikeras bahwa perintah hakim tidak dilanggar. Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menegaskan bahwa pemerintah tidak menolak untuk mematuhi perintah pengadilan, melainkan perintah tersebut dikeluarkan setelah proses deportasi selesai. Departemen Kehakiman juga mengonfirmasi mereka telah mengajukan banding terhadap putusan tersebut.

Reaksi Internasional dan Kritik

Presiden El Salvador, Nayib Bukele, mengonfirmasi kedatangan para deportan. Melalui media sosial, ia menanggapi perintah hakim dengan kalimat sarkastik: "Oopsie... Terlambat." Timnya juga merilis rekaman para tahanan yang dikurung di penjara mega El Salvador.

Today, the first 238 members of the Venezuelan criminal organization, Tren de Aragua, arrived in our country. They were immediately transferred to CECOT, the Terrorism Confinement Center, for a period of one year (renewable).

The United States will pay a very low fee for them,… pic.twitter.com/tfsi8cgpD6

— Nayib Bukele (@nayibbukele) March 16, 2025

Menurut Gedung Putih, pemerintah El Salvador menerima dana sebesar $6 juta sebagai kompensasi untuk menampung para tahanan. Leavitt menyebut jumlah ini sangat kecil dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menahan mereka di dalam penjara AS.

Kelompok hak asasi manusia menuduh Trump memanfaatkan undang-undang berusia 227 tahun untuk menghindari proses hukum yang adil. American Civil Liberties Union (ACLU) mengkritik langkah ini dan menyebutnya sebagai penyalahgunaan wewenang yang berbahaya. "Geng bukanlah invasi," kata perwakilan ACLU, Lee Gelernt.

Sementara itu, Amnesty International USA menilai deportasi ini sebagai bentuk diskriminasi terhadap migran Venezuela, dengan tuduhan keterlibatan geng yang masih dipertanyakan. Pemerintah Venezuela juga mengecam kebijakan Trump yang dianggap mengkriminalisasi migran asal negara tersebut.

Bagian dari Kampanye Anti-Imigrasi Trump

Deportasi massal ini merupakan bagian dari kampanye panjang Trump untuk menekan imigrasi ilegal. Sejak kembali menjabat, Trump telah memperkuat hubungan dengan El Salvador dan menetapkan geng Tren de Aragua serta MS-13 sebagai "organisasi teroris asing".

Kasus ini diperkirakan akan terus menjadi sorotan dalam debat hukum dan politik AS, terutama dalam kebijakan imigrasi dan penegakan hukum di perbatasan. (BBC/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |