Efisiensi Anggaran Pendidikan Jangan Mengorbankan Hak Guru, Dosen, dan Tenaga Pendidik

2 weeks ago 13
Efisiensi Anggaran Pendidikan Jangan Mengorbankan Hak Guru, Dosen, dan Tenaga Pendidik Sejumlah guru honorer membawa poster saat mengikuti aksi damai di depan kantor Gubernur Banten, Kota Serang, Banten, Jumat (31/1/2025)(ANTARA/Angga Budhiyanto)

GURU Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. R. Agus Sartono, M.B.A, mengingatkan kepada pemerintah Presiden Prabowo Subianto agar pemotongan anggaran pendidikan jangan sampai mengabaikan hak-hak aktor utama penggerak sektor pendidikan, yaitu yaitu guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Alasannya, para aktor tersebut memiliki peran penting dalam pendidikan.

“Kalau infrastruktur bisa ditunda 1-2 tahun, tetapi hak guru dan dosen tidak mungkin ditunda, termasuk rekrutmen guru dan dosen untuk mengisi yang sudah pensiun. Kalau ini dibiarkan akan terjadi gap,” kata Agus, Senin (24/2).

Hal itu merespons kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melakukan pemangkasan anggaran di beberapa kementerian hingga ke tingkat pemerintah daerah. Di Kemendiktisaintek RI,  pemangkasan mencapai Rp14,3 triliun dari pagu anggaran yang mencapai Rp56,6 triliun, sedangkan di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) pemangkasan mencapai Rp8 triliun hingga menyisakan Rp25,5 triliun.

Menurut dia, jika kesejahteraan guru dan dosen tidak terpenuhi, ia khawatir berpengaruh negatif bagi lulusan yang dihasilkan. Keinginan profesi sebagai tenaga pengajar juga akan turu.

"Bagaimanapun investasi dalam pendidikan adalah kunci bagi pembangunan peradaban dan kemajuan bangsa," ujar dia.

Ia mencontohkan negara-negara maju seperti di Eropa yang memiliki tradisi akademik kuat karena menempatkan profesi guru dan dosen pada posisi yang terhormat. “Tanpa pendidikan, tidak akan ada peradaban. Negara maju sudah berkomitmen untuk berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia,” ujarnya.

Ia sangat menyayangkan jika pemotongan anggaran bisa berdampak pada berbagai bantuan dana beasiswa dari pemerintah pusat dan daerah.

Padahal, beasiswa tersebut, disebutnya sebagai instrumen untuk memutus rantai kemiskinan dan memperkecil kesenjangan sosial. “Apabila anggaran beasiswa dipangkas tentunya semakin mempersulit masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan tinggi,” terangnya.

Meski pemerintah berkomitmen tidak akan menaikkan UKT, Agus pun menilai pemangkasan bisa memaksa PTN untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT). “Jangan sampai pemangkasan anggaran memaksa PTN menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Jika intervensi pemerintah berkurang tetapi di sisi lain PTN diminta untuk tetap memenuhi kebutuhan dosen dan tenaga kependidikan, maka ini bisa menjadi dilema yang memicu gejolak di kampus,” jelas dia.

Dalam pandangannya, pemerintah wajib mengalokasikan minimal 20 persen  dari APBN dan APBD untuk menjalankan fungsi pendidikan. Hal ini sesuai amanat dalam UUD 1945.

Meski diakui pemerintah pusat telah memenuhi ketentuan ini dengan peningkatan anggaran pendidikan dari tahun ke tahun, pemerintah daerah nampaknya masih mengandalkan transfer dana dari pusat tanpa mengalokasikan anggaran pendidikan secara mandiri. 

Jika dihitung, sebagian besar dana itu digunakan untuk gaji guru, seolah-olah kabupaten/kota tidak perlu mengalokasikan dana tambahan. Di sisi lain, Agus menyoroti potensi kebocoran dalam implementasi anggaran pendidikan, seperti penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang tidak selalu tepat sasaran. 

“Semestinya efisiensi anggaran ini dilakukan dengan perampingan struktur pemerintahan. Kita bisa belajar dari negara lain yang memiliki kabinet lebih ramping. Bagi saya dengan struktur pemerintah yang gemuk saat ini justru pesan efisiensi menjadi tidak muncul,” katanya.

Ia sangat berharap pemangkasan harus dilakukan secara selektif. Dalam pandangan idealnya, pengurangan anggaran sebaiknya menyasar pada program yang bersifat administratif. Pengurangan pada program-program yang tidak berdampak langsung pada mutu pendidikan, seperti pengurangan anggaran untuk perjalanan dinas, studi banding, seminar dan sebagainya.

Agus juga mengingatkan, pengurangan anggaran di sektor lainnya harus tetap mempertimbangkan dampak terhadap perekonomian daerah. “Harus ada langkah antisipasi agar efisiensi anggaran tidak menyebabkan kontraksi ekonomi,” tutup dia. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |