
WARGA Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, tengah dihebohkan oleh kabar pernikahan yang diduga melibatkan pasangan sesama jenis. Informasi ini menyebar luas di berbagai platform media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Dugaan pernikahan tersebut melibatkan mempelai pria berinisial FR dan mempelai wanita berinisial TR, yang menggelar akad nikah dan resepsi di Dusun Lacuco, Desa Arasoe, Kecamatan Cina, pada Kamis (8/5) lalu.
Salah seorang warga setempat, berinisial EN, mengungkapkan bahwa FR diduga merupakan seorang perempuan yang berpenampilan seperti laki-laki. Meskipun demikian, acara pernikahan keduanya berlangsung meriah dan dilaksanakan dengan adat Bugis. "Iya, acaranya hari Kamis di Dusun Lacuco. Pernikahan pasangan ini digelar seperti biasa dan menggunakan pakaian adat Bugis Bone," ungkap EN.
Ia juga menjelaskan, jika FR dan TR diketahui telah menjalin hubungan asmara dalam waktu yang cukup lama. FR bahkan sering merawat TR saat sakit. "Sudah lama memang pacaran," ujarnya.
Terpisah, Kepala Desa Arasoe, Kecamatan Cina, Kabuaten Bone Andi Amal, membenarkan adanya pernikahan warganya, yaitu TR, dengan FR. Ia juga mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan dan isu yang berkembang di masyarakat terkait dugaan pernikahan sesama jenis tersebut.
"Tapi untuk sementara kami belum bisa memastikan apakah sesama jenis atau bukan. Namun, secara kasat mata, postur tubuh dan wajahnya memang terlihat dominan perempuan," seru Amal via sambungan telepon.
Pemerintah Desa Arasoe sudah memanggil FR dan TR untuk dimintai klarifikasi. Dalam pertemuan tersebut, TR memastikan bahwa FR adalah seorang laki-laki.
"Awalnya saya ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Saya tanya langsung apakah benar suaminya ini laki-laki atau perempuan. Kalau laki-laki, Alhamdulillah. Namun, jika perempuan, saya minta untuk sementara meninggalkan kampung demi menghindari kegaduhan. Tapi dia mengaku suaminya laki-laki," jelas Amal.
Koordinasi dengan kepolisian
Karena isu ini menimbulkan keresahan di masyarakat, pihak Pemerintah Desa berkoordinasi dengan kepolisian, TNI, dan tim medis untuk memastikan identitas FR secara lebih akurat. "Kami juga harus memperhatikan norma-norma masyarakat, sehingga melibatkan kepolisian dan dokter untuk memeriksa langsung yang bersangkutan," tambah Amal.
Pemerintah Desa Arasoe juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Desa Batu Gading, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, tempat asal FR. Pemeriksaan dokumen dilakukan untuk memastikan keabsahan data diri FR yang diajukan saat proses pernikahan.
“Hasil koordinasi kami menunjukkan bahwa dokumen pernikahan mempelai pria tersebut tercatat sebagai laki-laki, termasuk saat diperiksa di KUA. Namun, jika ternyata terbukti perempuan, berarti ada pemalsuan identitas," tegas Amal.
Kejadian ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan mengenai norma sosial dan hukum di masyarakat, serta pentingnya klarifikasi dalam situasi yang sensitif seperti ini. (E-2)