
MANTAN Kapolres Ngada Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja menyatakan banding usai dikenakan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polri. Kini, Divisi Propam Polri tengah menunggu memori banding Fajar.
"Banding diajukan tiga hari dalam masa pasca sidang, ternyata tadi (dalam sidang) sudah nyatakan banding. Sehingga, kewajiban pelanggar itu menyerahkan memori banding," kata Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto kepada wartawan dikutip Selasa (18/3).
Agus mengatakan banding itu adalah hak pelanggar yang diatur dalam Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Setelah menyerahkan memori banding, kata dia, sekretariat Divpropam Polri akan membentuk komisi banding.
"Setelah Ket Komisi Banding, nanti akan dilaksanakan sidang banding tanpa kehadiran pelanggar sehingga nanti bisa diikuti perkembangannya," ungkap jenderal polisi bintang satu itu.
Divpropam Polri berharap Fajar bisa secepatnya menyerahkan memori banding. Dengan demikian, komisi banding segera menyiapkan sidang banding untuk menuntaskan etik mantan Kapolres Ngada itu.
AKBP Fajar dikenakan sanksi PTDH usai menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di ruang sidang Divpropam Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 17 Maret 2025 pukul 10.30-17.45 WIB. Ada delapan orang saksi dan ahli memberikan keterangan dalam sidang etik itu.
Tiga di antaranya bersaksi secara langsung yaitu ahli psikolog; ahli terkait narkoba perihal tes urine Fajar; dan istri Fajar, ADP. Lalu, lima lainnya memberikan keterangan secara virtual yakni ahli kesehatan jiwa berinisial HM; AKP FDK; korban pelecehan berinisial SHDR, 20; saudari ABA, dan saudara RM.
Hasil sidang, diketahui wujud perbuatan AKBP Fajar pada saat menjabat sebagai Kapolres Ngada Polda NTT telah melakukan perbuatan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan anak di bawah umur. Kemudian, perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, mengonsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, memposting dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
AKBP Fajar telah ditetapkan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur. Ia terbukti membuat dan menyebarkan konten pornografi anak menggunakan handphone.
Lalu, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya konten tersebut melalui website atau forum pornografi anak di darkweb, yang dapat diakses siapapun yang bergabung di dalam forum tersebut. Polri akan memeriksa tiga handphone yang diduga menjadi alat perekam video porno bersama empat korban.
Total ada delapan video porno AKBP Fajar dalam compact disc (CD) disita penyidik Polda NTT. Sementara itu, empat korban Fajar ialah anak usia 6 tahun, usia 13 tahun, dan usia 16 tahun. Lalu, satu orang dewasa berinisial SHDR alias F usia 20 tahun.
Setelah proses etik, Polri akan memproses pidana perwira menengah (pamen) itu. Fajar dijerat Pasal 6 huruf C dan Pasal 12 dan Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B dan Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, C, dan I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan atau Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Ancaman hukumannya, pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp1 miliar. (Yon/P-3)