Berkat Putusan MK, Kritik Publik lebih Leluasa,

3 weeks ago 24
Portal Kabar News Pagi Akurat Terpercaya
Berkat Putusan MK, Kritik Publik lebih Leluasa, Peneliti Senior Imparsial & Ketua Centra Initiative Al Araf(Ant)

Peneliti Senior Imparsial & Ketua Centra Initiative Al Araf merespons positif putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatasi penyalahgunaan pasal-pasal multitafsir atau pasal karet di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Baca juga: UU ITE, MK Putuskan Lembaga dan Korporasi Dilarang Adukan Pencemaran Nama Baik

Menurut dia, putusan MK merupakan langkah maju dalam penguatan demokrasi, utamanya dalam ruang-ruang digital. Dengan membatasi pasal-pasal dalam UU ITE yang selama ini bersifat multitafsir dan berpotensi disalahgunakan, Mahkamah, sambung dia, juga memperkuat kebebasan sipil, hak untuk menyampaikan pendapat, dan perlindungan terhadap kritik publik. 

Baca juga: 11 Mahasiswa Gugat UU ITE, Minta MK Cabut Aturan Penyebar Kebencian pada Masyarakat Tertentu

Selain itu, lanjut dia, putusan itu menunjukkan bahwa hukum harus berpihak pada prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, bukan menjadi alat pembungkam ekspresi.  "Dengan demikian, iklim hukum di Indonesia menjadi lebih adil, transparan, dan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar dia. 

Bagi dia, dampak putusan MK antara lain melindungi kebebasan sipil dari kriminalisasi berlebihan. "Warga kini lebih aman dalam mengemukakan pendapat tanpa takut dijerat pasal karet," ujar dia.

Baca juga: UU TNI Dibawa ke MK oleh Prajurit Aktif, Ini Respons Kementerian Pertahanan

Lalu, putusan MK juga memperkuat fungsi kontrol sosial masyarakat terhadap kekuasaan. "Kritik dan partisipasi publik menjadi lebih leluasa, tanpa ancaman balik secara hukum." 
Ketiga, meningkatkan kualitas demokrasi digital. "Ruang online sebagai forum diskusi menjadi lebih sehat, terbuka, dan inklusif," ungkap dia. 

Dan terakhir, mendorong reformasi hukum lebih lanjut. "Putusan MK ini bisa menjadi pijakan untuk revisi UU ITE dan KUHP agar lebih sesuai dengan standar hak asasi manusia internasional."

Dua permohonan

MK mengabulkan sebagian dua permohonan uji materi UU ITE. Pertama, permohonan uji materi Pasal 27A dan 45 ayat (5) yang diajukan warga Karimunjawa Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Daniel Frits Maurits Tangkilisan.

Hakim konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, MK menilai pasal ini mengacu individu atau perseorangan. Oleh karenanya, jika yang menjadi korban pencemaran nama baik bukan individu atau perseorangan, melainkan lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas yang spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan harus dikecualikan dari ketentuan Pasal 27A UU ITE. 

MK menegaskan, Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (5) UU ITE merupakan tindak pidana dengan delik aduan. Akan tetapi, lanjut Arief, badan hukum yang merasa menjadi korban pencemaran tidak dapat menjadi pihak pengadu atau pelapor. 

Kedua, MK juga mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan jaksa sekaligus aktivis penegakan hukum dan birokrat Jovi Andrea Bachtiar atas makna kata "kerusuhan" dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE. 

Sehingga, MK menegaskan, penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang memuat pemberitahuan bohong atau hoaks dapat dipidana hanya jika menimbulkan kerusuhan di ruang fisik, bukan di ruang digital. (Ins/X-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |