DI tengah gempuran krisis geopolitik, dampak perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi global, sejumlah pemimpin dunia berkumpul di forum bergengsi Rencontres Économiques d’Aix-en-Provence 2025 di Prancis.
Salah satu tokoh yang mencuri perhatian adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia, Sandiaga Salahuddin Uno.
Dalam pertemuan ekonomi internasional tersebut, Sandiaga tampil sebagai pembicara bersama tokoh-tokoh ternama dunia, seperti Mingpo Cai (CEO Cathay Capital), Ravindra (wakil dari The Asia Network), Arnaud Vaissie (pendiri International SOS), dan Marie Francoise Renard.
Sandiaga memanfaatkan momentum ini untuk menyuarakan pentingnya sinergi antarnegara, pendekatan inovasi yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta peran krusial UMKM dalam membangun kembali ekonomi—terutama di Asia Tenggara.
Ia membagikan kisah kunjungannya ke Malaysia yang difokuskan pada penguatan UMKM regional, serta menyoroti bahwa kawasan Asia Tenggara sedang memasuki babak baru kebangkitan ekonomi.
“Kebangkitan Asia Tenggara tidak hanya milik Singapura, tetapi juga Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Kita hadir bukan sebagai pesaing, tapi mitra kolaboratif,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (5/7).
Sandiaga juga memperkenalkan gagasan ‘Innovation with a Soul’, konsep inovasi dengan sentuhan kemanusiaan yang didasarkan pada tiga pilar utama: Inovasi, Adaptasi, dan Kolaborasi—yang ia sebut sebagai 3ion.
Menurutnya, inovasi sejati bukan hanya soal teknologi canggih, tetapi yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Inovasi bukan hanya urusan laboratorium. Ia harus hadir di dapur rumah, kios pasar, hingga lahan pertanian,” ungkapnya.
Sandiaga juga menekankan bahwa ASEAN memiliki keunikan karena mampu menggabungkan kebijaksanaan lokal dengan ide-ide global. Ia menyerukan perlunya membangun ekosistem inovasi yang tidak eksklusif, melainkan inklusif—mendorong pertumbuhan wirausaha sosial, bukan sekadar mengejar status unicorn.
Mengutip data dari Indonesia, Sandiaga menyampaikan bahwa UMKM menyerap 97% lapangan kerja. Namun ia juga mengakui bahwa sektor ini masih terhambat oleh keterbatasan akses digital dan teknologi.
Untuk menjawab tantangan itu, ia menginisiasi gerakan OK OCE, sebuah wadah kewirausahaan yang kini telah menghimpun lebih dari 600.000 pelaku usaha, dan tengah merambah kerja sama lintas negara seperti Malaysia, Singapura, hingga Amerika Serikat.
“Kalau mau tahu arah masa depan ASEAN, tengoklah pelaku UMKM kita,” ujarnya tegas.
Pemberdayaan UMKM, menurutnya, harus dilakukan melalui edukasi digital, akses pembiayaan hijau, sertifikasi halal, serta penguatan distribusi di ranah e-commerce.
Sandiaga juga menyinggung program Desa Emas yang dijalankan bersama INOTECH Foundation. Program ini membekali generasi muda di desa dengan kemampuan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam sektor pertanian dan perikanan.
“Teknologi harus menjadi alat pemberdayaan—bukan penghambat. Keluarga, anak muda, dan pelaku UMKM di desa harus jadi bagian dari transformasi digital,” katanya.
Ia menggarisbawahi bahwa krisis iklim, tekanan biaya hidup, dan ketahanan keluarga bukan isu masa depan—tetapi masalah yang harus diselesaikan saat ini juga. Maka, menurutnya, inovasi yang dibutuhkan adalah yang berbiaya rendah, berkelanjutan, dan langsung menyentuh masyarakat.
Sebagai penutup, ia menyerukan kolaborasi global demi masa depan yang lebih cerah.
“Mari kita ubah tembok jadi jembatan. Dunia tak butuh lebih banyak persaingan, tapi solusi bersama yang saling menguatkan.” (E-4)