
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali mengadakan pertemuan di Gedung Putih, kali ini membahas rencana kontroversial pemindahan warga Palestina dari Jalur Gaza dan prospek kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS.
Kedua pemimpin bertemu pada Senin (7/7) malam dalam sebuah jamuan makan di Ruang Biru Gedung Putih, bersamaan dengan berlangsungnya perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas di Qatar terkait usulan gencatan senjata selama 60 hari.
Konflik ini telah berlangsung selama lebih dari 22 bulan dan menyebabkan krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Dalam pertemuan tersebut, Netanyahu menyatakan bahwa Israel dan Amerika Serikat tengah bekerja sama dengan sejumlah negara lain untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi warga Palestina.
Siratkan kemungkinan relokasi
Dia menyiratkan kemungkinan relokasi warga Gaza ke negara-negara tetangga.
“Jika orang ingin tinggal, mereka boleh tinggal, tetapi jika mereka ingin pergi, mereka seharusnya bisa pergi. Seharusnya bukan penjara. Seharusnya tempat itu terbuka dan memberi orang pilihan bebas,” katanya seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (9/7).
“Kami bekerja sama dengan Amerika Serikat secara erat untuk menemukan negara-negara yang akan berusaha mewujudkan apa yang selalu mereka katakan, mereka ingin memberikan masa depan yang lebih baik bagi Palestina. Saya rasa kami hampir menemukan beberapa negara," ucapnya.
Trump, yang sebelumnya menuai kecaman karena mengusulkan relokasi warga Palestina dan mengubah Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah” mengatakan telah terjadi kerja sama yang solid dalam hal ini dari negara-negara sekitar.
"Jadi sesuatu yang baik akan terjadi," ujarnya.
Namun, rencana ini mendapat kecaman luas. Jurnalis Al Jazeera, Hamdah Salhut, melaporkan dari Amman bahwa kebijakan tersebut telah lama disuarakan Israel dengan nama migrasi sukarela, yang oleh banyak pihak dikutuk sebagai bentuk pembersihan etnis.
Melarang pemindahan paksa
Pakar hukum internasional Ralph Wilde menjelaskan bahwa hukum internasional dengan tegas melarang pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza maupun Tepi Barat, termasuk pemindahan di dalam wilayah itu sendiri.
“Kita harus mulai dengan membahas tentang ilegalitas keberadaan Israel itu sendiri. Israel bahkan tidak punya hak untuk berada di Gaza atau Tepi Barat, dan oleh karena itu semua yang dilakukan Israel di sana, karena keberadaannya ilegal," katanya.
Dia menambahkan, termasuk cara Israel memperlakukan rakyat Palestina saat ini dan dalam melaksanakan rencana pemindahan paksa ini baik di dalam maupun di luar Gaza.
"Karena ini merupakan bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang ditujukan terhadap rakyat Palestina, ini juga merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, sekali lagi pada tingkat tanggung jawab negara dan tanggung jawab pidana individu," tegasnya. (Fer/I-1)