Transformasi Sektor Bangunan Bisa Berperan Hadapi Krisis Iklim

5 hours ago 3
Transformasi Sektor Bangunan Bisa Berperan Hadapi Krisis Iklim Ilustrasi(freepik.com)

TRANSFORMASI sektor bangunan harus menjadi bagian utama dari strategi dekarbonisasi Indonesia. Bangunan hijau bukan hanya soal efisiensi energi, tetapi juga komitmen bersama dalam menghadapi krisis iklim.

"GBC Indonesia (Green Building Council Indonesia) merancang langkah-langkah konkret pada 2025, mulai dari memperkuat proses sertifikasi, meningkatkan edukasi, hingga membangun kolaborasi aktif dengan sektor publik dan swasta," kata Ketua Umum GBC Indonesia Ignesjz Kemalawarta pada seminar nasional Bangunan Hijau 2025, di Jakarta.

Direktur Bina Teknik Bangunan Gedung dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Dian Irawati mengatakan roadmap kebijakan Bangunan Gedung Hijau (BGH) di Indonesia yakni termasuk target konservasi energi 25% dan konservasi air 10% sebagaimana tercantum dalam PP No 16 Tahun 2021.

Ia menyampaikan pemerintah menetapkan target penurunan emisi sektor bangunan sebesar 36 juta ton CO2, yang terdiri dari 3 juta ton dari gedung pemerintah, 14 juta ton dari gedung komersial, dan 19 juta ton dari rumah tinggal. "Saat ini, proses peninjauan terhadap target dan luasan sertifikasi di daerah masih berlangsung," katanya.

Sesdirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sahid Junaidi menyatakan efisiensi energi di sektor bangunan menjadi prioritas dalam strategi transisi energi nasional.

Namun, tantangan masih ada, dengan masih sedikitnya gedung yang menerapkan sistem manajemen energi sesuai standar ISO 50001.
"Kami menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor untuk memperluas cakupan dan percepatan adopsi," ucapnya.

Direktur Mobilisasi Sumber Daya Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup (LH) Franky Zamzani memaparkan pentingnya peran bangunan hijau dalam konteks mitigasi perubahan iklim.

“Melihat banyaknya konsumsi energi dari bangunan, diperlukan perubahan dan inisiatif yang mengambil peran strategis, salah satunya bangunan hijau. Tanpa kolaborasi lintas sektor, percepatan tidak akan terjadi. Pemerintah perlu memperkuat kebijakan dan menyederhanakan insentif, sementara sektor swasta harus menjadi motor penggerak,” tegas Franky.

Seminar yang bertepatan dengan pameran Megabuild Indonesia ini turut menghadirkan diskusi panel bertema Refleksi Green Building Indonesia: Pencapaian dan Tantangan dengan pembicara Fajar Santoso Hutahaean (Kementerian PU), Jatmika Adi Suryabrata (Global Buildings Performance Network/GBPN), dan Eko Sudarman (Kementerian ESDM).

Direktur Hubungan Lembaga GBC Indonesia Totok Sulistiyanto berharap dari seminar nasional ini GBC Indonesia turut memperkuat peran sebagai mitra strategis pemerintah dan pelaku industri dalam mewujudkan pembangunan rendah karbon.

"Keterlibatan multipihak, peningkatan kapasitas, serta konsistensi terhadap prinsip keberlanjutan akan jadi kunci utama mendorong perubahan nyata di sektor bangunan Indonesia," pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |