Target Perekonomian 8% Diprediksi Sulit Dicapai

4 hours ago 4
Target Perekonomian 8% Diprediksi Sulit Dicapai Aktivitas para pekerja yang akan menuju kantornya masing-masing di kawasan Senayan, Jakarta. Target pertumbuhan ekonomi hingga 8% di akhir masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai akan sulit tercapai. Itu karena banyak permasalahan dari dalam da(MI/Susanto)

TARGET pertumbuhan ekonomi hingga 8% di akhir masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai akan sulit tercapai. Itu karena banyak permasalahan dari dalam dan luar negeri yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Indikasi sulitnya pencapaian target pertumbuhan ekonomi itu telah disampaikan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam World Economic Forum beberapa waktu lalu. Lembaga pemberi pinjaman itu diketahui merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 2,8% pada tahun ini.

Salah satu faktor utama pelambatan ekonomi dunia ialah kebijakan perdagangan yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat. Langkah yang ditempuh oleh pemerintahan Donald J Trump itu berpengaruh signifikan pada perkembangan ekonomi global, tak terkecuali Indonesia.

Dalam laporannya, IMF turut merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada tahun ini.

Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengatakan hal itu dapat berdampak pada ambisi besar Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 8%.

"Ini adalah tantangan bagi Indonesia untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi di atas 5%, 5,2% kalau target di APBN. Tahun ini adalah ujung tombak untuk mencapai target pertumbuhan 8% di akhir masa pemerintahan saat ini. Kalau tahun ini target pertumbuhan tidak tercapai,  tantangannya akan semakin besar," kata Taufikurahman dalam webinar bertajuk IMF Memprediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025-2026 Hanya 4,7%: Indonesia Bisa Apa?, Senin (28/4).

Perkembangan ekonomi dunia, lanjutnya, juga diprediksi tak akan mendukung pencapaian target perekonomian Indonesia ke depan. Tren penguatan hubungan bilateral, salah satunya, menjadi tantangan bagi Indonesia untuk bisa inovatif dan kreatif dalam menghadapi perubahan dinamika dunia.

Selain itu, tantangan yang juga tak kalah besarnya ialah pada aspek investasi di Indonesia. Taufikurahman menilai terdapat ketidakstabilan terhadap arus penanaman modal, terutama di sektor hilirisasi. Itu karena adanya ketergantungan terhadap proyek-proyek besar semata.

Tak hanya investasi, komponen pendorong pertumbuhan ekonomi utama Indonesia, yaitu konsumsi rumah tangga juga terancam terus menyusut. Sebabnya adalah kian marak pemutusan hubungan kerja yang pada akhirnya berdampak pada tingkat pendapatan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

"Proyeksi pengangguran kemungkinan besar di 2025 akan naik dan kemungkinan bisa diantisipasi, tetapi stagnan pada tahun tahun berikutnya. Itu karena pertumbuhan ekonomi tidak membuka lapangan kerja  baru, dengan struktur yang masih bergantung pada informal dan padat karya dengan produktivitas rendah," jelas Taufikurahman.

Rekomendasi kebijakan
Karenanya, dia merekomendasikan lima hal agar pemerintah bisa mengoptimalisasi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pertama, fokus pada reindustrialisasi berbasis rantai nilai (value chain). Fokus tersebut didorong jangan sekadar penghiliran komoditas primer, tetapi juga bangun ekosistem industri intermediate goods, manufaktur berteknologi menengah-tinggi, dan pengembangan R&D lokal.

Kedua, reformasi dan optimalisasi kebijakan investasi dan perpajakan. Pemerintah direkomendasikan untuk membuat kebijakan fiskal yang lebih agresif tapi tepat sasaran, seperti tax holiday yang lebih selektif berbasis performance-based incentives, bukan sekadar sektor prioritas formalitas.

"Selain itu transparansi dan efektivitas pelaksanaan OSS (Online Single Submission) harus diperkuat. Daya tarik pasar Indonesia besar, tetapi belum menjadi magnet karena execution gap antara desain kebijakan dan realisasi lapangan. Investor lebih butuh predictability dan policy stability ketimbang insentif fiskal semata," tutur Taufikurahman.

Rekomendasi ketiga, dorong konsumsi berkualitas melalui penaikan upah riil dan perlindungan sosial yang adaptif. Itu memerlukan perbaikan mekanisme penetapan upah minimum, program pelatihan tenaga kerja adaptif, dan efektivitas bantuan sosial yang menyasar kelompok rentan tanpa mendistorsi pasar kerja.

Keempat, perkuat sektor keuangan domestik dan pembiayaan inklusif. Indonesia diharapkan bisa meningkatkan intermediasi ke sektor produktif, memperluas akses pembiayaan UMKM dan startup berbasis teknologi melalui fintech dan bank digital, serta mendorong diversifikasi instrumen pembiayaan jangka panjang, misalnya seperti green bonds, sukuk wakaf linked projects.

Rekomendasi kelima, jaga stabilitas makro seperti inflasi, rupiah, dan defisit fiskal.

"Kebijakan moneter dan fiskal harus lebih sinkron. Bank Indonesia dan Kemenkeu harus hati-hati dalam mengelola ekspektasi pasar, utamanya di tengah volatilitas global dan potensi lanjutan perang dagang AS-Tiongkok. Stabilisasi harga pangan menjadi salah satu kunci menjaga konsumsi/daya beli masyarakat," terangnya. (Mir/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |