
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum secara optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan dalam upaya penegakan hukum dan implementasinya, rasanya sampai hari ini masih berhadapan dengan sekumpulan tantangan yang tentu tidak bisa dipungkiri mengakibatkan tidak efektifnya UU TPKS.
Berdasarkan hasil observasi dan eksplorasi yang dilakukan timnya tantangan yang ditemukan berupa kurangnya pemahaman terhadap UU TPKS termasuk dari aparat penegakan hukum.
"Akhirnya urgensi perlindungan korban yang menjadi nafas dan substansi dari undang-undang TPKS membuat korban tidak sepenuhnya bisa menggunakan undang-undang ini sebagai dasar dari perlindungan yang harus atau selayaknya mereka dapatkan," kata Rerie sapaan akrabnya dalam Diskusi Denpasar 12 secara daring, Rabu (11/6).
Oleh karena itu pembenahan mutlak sangat diperlukan, mulai dari pemahaman bahwa UU itu bukan sekedar undang-undang biasa, UU itu bukan sekedar pengetahuan dan memberikan pemahaman kepada semua elemen yang terkait, baik pemerintah, swasta, masyarakat, dan seluruh individu harus betul-betul memahami substansi dari UU TPKS.
Rerie menyebut satu hal yang sangat diperlukan adalah adanya komitmen kuat dari negara untuk melindungi seluruh warganya karena itu sesuai amanat dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
"Sejatinya, undang-undang ini juga mengajak kita semua mengubah perspektif berpikir dan menempatkan korban dalam konteks yang memang selayaknya mendapatkan perlakuan dan tidak bisa disamakan dengan sebuah tindak kriminal biasa," ungkapnya.
"Harapan kami tentunya undang-undang ini tidak hanya menjadi produk hukum di atas kertas saja, tapi bisa menjadi instrumen nyata dalam menegakkan keadilan dan melindungi hak korban kekerasan seksual secara menyeluruh," sambungnya.
Konstitusi di Indonesia menempatkan semua warga negara setara. Oleh sebab itu, implementasi UU itu harus bebas dari semua unsur yang berniat untuk melemahkan, termasuk juga dari perspektif budaya atau justru hal-hal lain yang memberatkan korban.
Rerie menegaskan perlindungan terhadap setiap warga negara harus direalisasikan, dan tanpa kesadaran kebangsaan dari semua pihak, terutama dari para penyelenggara negara untuk melindungi setiap warga negara, tentunya implementasi UU ini akan semakin jauh dan rasanya semakin sulit untuk dilaksanakan.
"Sebab itu marilah kita bersama-sama mengawal, dan marilah kita menjadi bagian yang memastikan bahwa undang-undang ini berlaku dengan baik, tidak timpang, dan dengan adil," pungkasnya. (H-3)