
PRESIDEN Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menilai Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja memiliki kelemahan secara hukum.
Dia menyebut ketiadaan sanksi dalam SE tersebut berpotensi membuat pelaksanaannya tidak efektif karena hanya bersifat imbauan.
Menurutnya, jika pelarangan batas usia pelamar kerja dimuat dalam bentuk keputusan menteri atau peraturan menteri, itu bisa memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan ada konsekuensi bagi yang melanggar.
"SE tersebut lemah karena tidak ada pengaturan sanksi. Kalau itu dibuat berdasarkan keputusan menteri atau peraturan menteri, mungkin ceritanya akan berbeda karena lebih kuat secara hukum," katanya kepada Media Indonesia, Jumat (30/5).
Tidak mematuhi edaran
Mirah mencontohkan SE tentang Tunjangan Hari Raya (THR) yang rutin dikeluarkan setiap tahun oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Meski telah ada ketentuan pidana bagi pelanggar, nyatanya masih banyak perusahaan yang tidak mematuhi edaran tersebut.
“Apalagi SE tentang penghapusan batasan usia ini belum diatur lebih lanjut melalui peraturan atau keputusan menteri. Maka, kemungkinan besar perusahaan bisa saja mengabaikannya,” jelasnya.
Mirah juga menyoroti praktik diskriminatif dalam proses rekrutmen yang masih sering ditemukan, seperti syarat harus berpenampilan menarik, tinggi badan tertentu, atau tidak bertato dan tidak gemuk. Menurutnya, syarat-syarat semacam ini tidak relevan dengan pekerjaan yang akan dilakukan.
“Saya harap diskriminasi seperti ini juga dihapuskan. Jangan sampai ada syarat yang konyol dan tidak masuk akal, yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, terkait kekhawatiran adanya celah bagi perusahaan untuk memberikan upah murah kepada pekerja yang lebih tua dalam segi usia, Mirah menegaskan hal tersebut sudah diatur dalam regulasi lain. Ia menyebut bahwa upah pekerja tetap harus sesuai dengan upah minimum provinsi (UMP) dan ketentuan lain yang berlaku.
“Kalau perusahaan memanfaatkan celah ini untuk memberikan upah murah, mereka tetap bisa dikenai sanksi dari aturan yang lain,” pungkasnya.
Pertegas komitmen pemerintah
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menuturkan aturan penghapusan batas usia pelamar kerja mempertegas komitmen pemerintah terhadap prinsip nondiskriminasi, sekaligus memberikan pedoman agar proses rekrutmen dilakukan secara objektif dan adil.
Poin utama dalam SE ini adalah larangan melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Namun demikian, Menaker menegaskan pembatasan usia tidak secara otomatis dikategorikan sebagai bentuk diskriminasi.
"Pembatasan usia masih dimungkinkan selama memang diperlukan karena karakteristik atau sifat pekerjaan tertentu yang secara nyata berkaitan dengan usia, tidak menyebabkan hilangnya atau berkurangnya kesempatan memperoleh pekerjaan bagi masyarakat secara umum,” ucapnya dalam keterangan resmi.
Menaker menambahkan ketentuan tersebut berlaku bagi tenaga kerja penyandang disabilitas, di mana proses rekrutmen harus dilakukan tanpa diskriminasi dan berdasarkan pada kompetensi serta kesesuaian dengan pekerjaan.
Rugikan pencari kerja
Menaker menekankan agar para pemberi kerja menyampaikan informasi lowongan kerja secara benar, jujur, dan transparan melalui kanal resmi guna menghindari praktik penipuan, pemalsuan, dan percaloan yang merugikan pencari kerja.
SE ini ditujukan kepada Gubernur di seluruh Indonesia agar diteruskan kepada Bupati/Wali Kota serta pemangku kepentingan terkait untuk mendorong dunia usaha menyusun kebijakan rekrutmen yang menjunjung prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi.
Sementara kepada dunia usaha dan industri, dia mengajak agar menjadikan langkah ini sebagai momentum untuk memperbaiki praktik rekrutmen menjadi lebih transparan, adil, dan berbasis kompetensi. (Ins/I-1)