
PEMERINTAH Indonesia berkolaborasi dengan World Health Organization (WHO) merayakan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) dengan mengingatkan masyarakat akan risiko yang ditimbulkan oleh tembakau bagi kesehatan dan masa depan generasi muda.
Tema global tahun ini adalah "Bright Products. Dark Intentions. Unmasking the Appeal", yang menyoroti cara industri tembakau menarik perhatian anak muda melalui desain kemasan yang menarik dan rasa yang menawan.
Kegiatan peringatan HTTS bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif dari konsumsi tembakau terhadap kesehatan baik secara lokal maupun internasional.
WHO mencatat setiap tahun lebih dari 8 juta orang meninggal akibat penggunaan produk tembakau, termasuk sekitar 1,3 juta di antaranya adalah perokok pasif.
Pemerintah Indonesia mengambil tindakan tegas dengan mengesahkan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024.
Regulasi ini menetapkan usia minimum untuk membeli produk tembakau menjadi 21 tahun, melarang penjualan rokok dalam kemasan kecil, membatasi iklan rokok di platform media sosial, dan mewajibkan adanya peringatan kesehatan bergambar yang menutupi minimal 50 persen kemasan produk.
WHO mengapresiasi kebijakan ini sebagai langkah berani dalam pengendalian tembakau di level nasional.
Kegiatan HTTS dilaksanakan serentak di seluruh wilayah Indonesia pada 31 Mei 2025 dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah, pelajar, tenaga kesehatan, dan organisasi non-pemerintah.
Aktivitas ini dilaksanakan baik secara langsung maupun daring melalui seminar, kampanye publik, serta aksi simbolis menolak rokok.
Adanya revalensi perokok di Indonesia mencapai 30,8 persen di kalangan penduduk berusia 15 tahun ke atas. Angka ini didominasi oleh pria dengan prevalensi mencapai 57,9 persen.
Di sisi lain, Global Adult Tobacco Survey (GATS) melaporkan bahwa penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja mengalami peningkatan menjadi 12,4 persen untuk usia 13 hingga 17 tahun.
Merokok tidak hanya berpengaruh pada kesehatan, tetapi juga pada keadaan ekonomi keluarga, terutama di kalangan keluarga miskin yang menghabiskan lebih banyak untuk rokok dibandingkan untuk membeli makanan bergizi.
Sebagai bagian dari solusi, WHO mendorong penerapan kebijakan kemasan polos di Indonesia, sebuah langkah yang telah diadopsi oleh 25 negara.
Kebijakan ini menghilangkan daya tarik visual pada kemasan rokok, sehingga hanya menyisakan peringatan kesehatan dan nama merek dalam format yang standar.
Melalui kampanye #KerenTanpaRokok dan #GaulTanpaNgebul, pemerintah mengajak generasi muda untuk menjauh dari produk tembakau dan nikotin.
HTTS menjadi kesempatan penting untuk memperkuat tekad semua pihak dalam menciptakan Indonesia yang lebih sehat dan bebas dari rokok.
Sumber: Who, Ayo sehat.