
SEDIKITNYA 80 warga Palestina tewas dalam serangan udara Israel ke Jalur Gaza pada Rabu (14/5) waktu setempat di tengah negosiasi pembebasan sandera yang terus berlangsung di Doha.
Dilansir dari France24, di tengah meningkatnya tekanan internasional, kondisi fasilitas kesehatan di Gaza, termasuk Rumah Sakit Indonesia di Gaza Utara, semakin mengkhawatirkan akibat lonjakan korban jiwa dan terbatasnya pasokan medis.
Dokter Mohammad Awad, petugas medis di Rumah Sakit Indonesia, menggambarkan situasi yang sangat genting. Kepada AFP, ia mengatakan bahwa rumah sakit tidak mampu lagi menampung gelombang korban luka.
"Mayat para syuhada tergeletak di lantai koridor rumah sakit. Tidak ada cukup tempat tidur, tidak ada obat-obatan, dan tidak ada peralatan operasi atau fasilitas medis," kata Awad kepada AFP.
Ia menambahkan bahwa banyak pasien luka berat meninggal dunia karena tidak mendapat perawatan yang memadai.
Bayi sembilan bulan
Serangan terbaru Israel, yang menghantam berbagai titik di Gaza, menewaskan setidaknya 80 orang sejak Rabu pagi, termasuk 59 orang di wilayah utara, menurut pejabat pertahanan sipil Mohammed al-Mughayyir.
Rekaman dari AFP memperlihatkan reruntuhan bangunan yang hancur dan warga Palestina, termasuk anak-anak, berusaha mencari barang-barang mereka di tengah puing-puing.
Dalam adegan pilu di Gaza Utara, para pelayat tampak menangis di samping jenazah yang terbungkus kain kafan putih. "Ini bayi berusia sembilan bulan. Apa yang dia lakukan?" teriak salah satu perempuan yang berduka.
Sementara itu, Israel memperingatkan akan melakukan serangan besar di beberapa wilayah Kota Gaza dan meminta warga sipil untuk mengungsi.
Netanyahu bertemu Witkoff
Di sisi diplomatik, pembicaraan pembebasan sandera terus berlangsung di Doha. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dilaporkan berdiskusi dengan utusan AS Steve Witkoff terkait isu tawanan.
Witkoff menyampaikan bahwa Presiden AS Donald Trump telah mengadakan pembicaraan yang sangat produktif dengan Emir Qatar mengenai kesepakatan untuk Gaza.
"Kami terus maju dan memiliki rencana yang baik bersama," jara Witkoff.
Namun, kondisi di lapangan semakin memburuk. Blokade bantuan yang diberlakukan Israel sejak 2 Maret usai kegagalan perpanjangan gencatan senjata telah memperparah krisis kemanusiaan, menyebabkan kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Gencatan senjata
Presiden Palestina Mahmud Abbas dari Tepi Barat mendesak gencatan senjata dengan harga berapa pun, dan menuduh Netanyahu memperpanjang konflik untuk kepentingannya sendiri.
Sementara itu, 67 mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas mengirim surat kepada Netanyahu dan Trump, menyerukan kesepakatan yang dirundingkan demi membebaskan para sandera yang tersisa.
"Mayoritas masyarakat Israel ingin para sandera dipulangkan, bahkan jika itu harus mengorbankan penghentian operasi militer," bunyi surat tersebut. (I-2)