
STAF Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Sam Herodian menyampaikan proyeksi produksi beras di tahun ini akan melampaui kebutuhan konsumsi nasional. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi beras Indonesia diperkirakan mencapai 34,6 juta ton.
"Angka ini melampaui kebutuhan konsumsi nasional yang berada di kisaran 31 juta ton per tahun," ujarnya dalam acara Mata Lokal Fest 2025 di Jakarta, Kamis (8/5).
Ia menjelaskan, pola produksi memang sempat menurun pada awal tahun jika dibandingkan tahun lalu. Namun secara akumulatif hingga Juni 2025, diperkirakan mencapai 18,76 juta ton beras. Angka ini meningkat 11,17% dibandingkan Januari-Juni 2024.
"Bulan-bulan ke depan, kami perkirakan produksi beras akan terus meningkat, terutama dengan dukungan infrastruktur dan musim tanam kedua yang lebih optimal," jelasnya.
Sam menyampaikan kapasitas gudang Bulog saat ini sudah cukup penuh. Stok beras saat ini mencapai 3,5 juta ton. Dalam dua minggu ke depan, stok beras di Bulog diperkirakan akan meningkat menjadi 4 juta ton.
Menurutnya, kondisi ini merupakan hasil dari kerja keras berbagai pihak dalam menggenjot produksi beras dan memperkuat ketahanan pangan. "Tidak percuma kami kerja keras, jarang pulang seperti Bang Toyib, tapi ada hasil nyata," tambahnya diselingi humor.
Kementan menghitung terdapat surplus beras sebesar 3,1 juta ton hingga April ini. Jumlah ini menunjukkan kondisi perberasan nasional masih dalam kategori aman.
Sam kemudian menyinggung pentingnya modernisasi sektor pertanian. Dia mencontohkan Belanda yang memiliki kemajuan teknologi pertanian. "Belanda itu penduduknya hanya 17 juta, tapi menjadi negara pengekspor pertanian nomor dua di dunia. Kita hampir 300 juta, tapi masih impor. Ini harus jadi bahan introspeksi," ujarnya.
Menurutnya, perhatian pemerintah saat ini terhadap pertanian amat besar. Presiden menjadikan pertanian sebagai prioritas utama dalam program nasional, dengan target swasembada sebagai tujuan utama.
Untuk mewujudkan target tersebut, Kementerian Pertanian terus mendorong optimalisasi lahan, termasuk memanfaatkan kembali lahan-lahan tidur seperti program satu juta hektare di Kalimantan Tengah. Serta, mendorong penggunaan teknologi dan alat pertanian modern.
“Kami tidak mau pertanian hanya dikelola dalam skala kecil seperti 2 hektare per petani. Sekarang kami dorong agar satu kelompok bisa mengelola hingga 200 hektare. Ini akan meningkatkan kesejahteraan petani secara signifikan,” tutupnya. (Ins/E-1)