
PERSOALAN distribusi anggaran pendidikan dan kesejahteraan guru perlu menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal itu disampaikan Anggota Komisi X DPR RI Muhamad Nur Purnamasidi.
Ia menyoroti ketidaktepatan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN. Alokasi tersebut tersebar ke banyak kementerian/lembaga (K/L) yang tidak secara langsung menjalankan fungsi pendidikan.
"Saat ini, anggaran pendidikan 20% itu tersebar ke sekitar 26 kementerian dan lembaga. Padahal, hanya tiga yang betul-betul menjalankan fungsi pendidikan, yaitu Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Kementerian Pendidikan Dasar Menengah (Kemendikdasmen), dan Kementerian Agama (Kemenag)," ujar Muhamad Nur dalam keterangannya, Jumat (9/5).
Hal itu juga berpengaruh terhadap rendahnya kesejahteraan guru. Bahkan, kata Nur, gaji guru saat ini lebih rendah dari buruh pabrik yang sudah memiliki skema upah minimum regional (UMR).
"Kita belum menempatkan guru sebagai profesi strategis dalam mencetak sumber daya manusia unggul. Harus ada kesepakatan bersama bahwa guru itu profesi penting, setara dengan tenaga kesehatan atau tenaga profesional lainnya," kata Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Ia menekankan bahwa problem utama terletak pada struktur postur anggaran pendidikan. Oleh karena itu, ia mendorong amandemen UU Sisdiknas mengatur alokasi anggaran pendidikan langsung diberikan terlebih dahulu kepada kementerian/lembaga yang benar-benar menjalankan fungsi pendidikan dasar dan menengah.
"Ini penting agar anggaran digunakan secara efektif, dan guru juga bisa mendapatkan kesejahteraan yang layak," tegasnya.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyebut masih ada sekitar 1,6 juta guru honorer di Indonesia. Sebagian besar dari mereka menerima gaji jauh di bawah standar, bahkan tak jarang hanya Rp250.000 per bulan.
“Ini catatan besar kami. Jangan sampai guru-guru kita yang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa justru tidak sejahtera,” tegasnya saat kunjungan kerja Komisi X di Jambi, Kamis (8/5).
Lalu Hadrian mengatakan pihaknya akan menghimpun masukan dalam rangka revisi UU Sisdiknas. "Mulai dari masalah perlindungan guru, rehabilitasi sekolah yang belum merata, jam mengajar, sampai isu seleksi masuk perguruan tinggi (SPMB). Semua akan kami bawa sebagai bekal untuk memperkaya naskah akademik dan rancangan undang-undang revisi UU Sisdiknas," sebut Lalu.
Pada kesempatan itu, Sulastri, 34, menceritakan keluh kesahnya sebagai guru honorer di Kabupaten Muaro Jambi. Sejak 2015, ia mengajar di SD di daerah pelosok. “Gaji saya kadang hanya Rp300.000 per bulan. Pernah terlambat cair sampai tiga bulan,” ungkap Sulastri dengan mata berkaca-kaca.
Meski begitu, semangatnya untuk mengajar anak-anak di desa tidak pernah padam. “Saya hanya ingin anak-anak di tempat saya bisa pintar, bisa punya masa depan. Tapi kami juga ingin diperhatikan. Kalau guru tidak sejahtera, bagaimana bisa maksimal mendidik?” ungkapnya.