
TAK jauh dari Stasiun Tawang, berdiri sebuah pabrik pengolahan tembakau yang menjadi saksi sejarah industri rokok di Indonesia: PT Praoe Layar. Terletak di kawasan Kota Lama Semarang, pabrik ini bukan hanya bangunan tua, melainkan simbol ketangguhan industri lokal yang terus bertahan di tengah perubahan zaman.
PT Praoe Layar merupakan salah satu pabrik rokok yang telah mengantongi Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dari Bea Cukai Semarang. Izin ini menjadi bukti legalitas dan persyaratan wajib bagi produsen rokok untuk dapat beroperasi secara resmi.
"Dengan mengantongi NPPBKC, maka pabrik dapat memesan pita cukai. Karena, sesuai ketentuan, setiap kemasan rokok wajib dilekati pita cukai," ujar Kepala Kantor Bea Cukai Semarang, Bier Budy Kismulyanto.
Dikenal sebagai produsen sigaret kretek tangan (SKT), PT Praoe Layar mempertahankan proses produksi tradisional yang mengandalkan campuran tembakau, rempah-rempah, dan bahan herbal alami tanpa tambahan kimia. Produk ini memiliki basis konsumen yang kuat, terutama di kalangan nelayan pesisir utara Jawa (Pantura), yang telah lama menjadi pelanggan setia.
"Produk SKT dari Praoe Layar bukan hanya soal cita rasa, tapi juga identitas budaya. Ini yang membuatnya tetap digemari hingga kini," lanjut Bier.
Ia menambahkan, penerbitan NPPBKC tidak hanya bertujuan mengatur legalitas usaha, tetapi juga menciptakan iklim bisnis yang sehat, membuka lapangan kerja baru, serta meningkatkan penerimaan negara melalui cukai. Manfaat dari cukai ini kemudian disalurkan ke masyarakat dalam bentuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), yang dimanfaatkan untuk mendukung berbagai program pembangunan dan kesehatan.
"Industri rokok yang legal, seperti PT Praoe Layar, memberi kontribusi riil bagi negara dan masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial," tegas Bier.
Keberadaan PT Praoe Layar membuktikan bahwa di tengah tekanan modernisasi dan regulasi ketat, industri rokok tradisional masih mampu bertahan dan berkontribusi nyata bagi bangsa. Di tengah geliat Kota Lama Semarang, suara mesin dan tangan para pelinting rokok masih menjadi denyut kehidupan ekonomi yang tak lekang oleh waktu. (RO/Z-10)