Praktik PSU Punya Kecenderungan Tingkatkan Intimidasi kepada Pemilih dan Politik Uang

1 week ago 19
Praktik PSU Punya Kecenderungan Tingkatkan Intimidasi kepada Pemilih dan Politik Uang Ilustrasi warga melakukan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada.(Dok. Antara)

PENGAMAT Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini mengatakan tujuan dari pemungutan suara ulang (PSU) adalah untuk menjaga prinsip keadilan pemilu. Akan tetapi, PSU juga dapat membawa banyak konsekuensi, seperti potensi politik uang.

“PSU ini diselenggarakan di tengah konfigurasi hasil yang sudah diketahui pasangan calon dan pemilih. Kondisi tersebut sangat mungkin memicu upaya-upaya untuk membalikkan keadaan untuk mencapai kemenangan,” kata Titi kepada Media Indonesia pada Selasa (4/3).

Titi menjelaskan bahwa dalam praktik selama ini, PSU punya kecenderungan meningkatkan pelanggaran berupa intimidasi kepada pemilih, intervensi terhadap penyelenggara, dan politik uang yang massif.

“Bahkan besaran politik uang bisa menjadi begitu fantastis, oleh karena itu pengawasan harus dimaksimalkan secara proporsional dengan tetap memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemilih untuk memberikan hak pilihnya secara bebas tanpa tekanan apapun,” imbuhnya.

Titi juga menegaskan bahwa penegakan hukum harus berjalan efektif sesuai koridor aturan yang ada. Hal itu harus dibuktikan melalui supervisi dan koordinasi KPU dan Bawaslu kepada jajarannya di daerah agar tetap menjaga dan menghormati kemandirian berbagai lembaga ad hoc di lapangan.

“Jangan sampai ada intervensi dan tekanan politik partisipan terhadap penyelenggara pemilu di daerah. Petugas pemilihan di lapangan harus dipersiapkan dengan baik dan intensif agar bisa menguasai tata cara, prosedur, dan pemilihan dengan benar,” ujarnya.

Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat harus ditingkatkan untuk memastikan pemilih bisa memahami ketentuan ataupun larangan yang berlaku. Kebebasan dan kemandirian pemilih untuk memilih secara jujur dan adil juga harus benar-benar dilindungi dan dijaga oleh semua pihak.

“Jangan ada intimidasi, tekanan, apalagi supresi terhadap penyelenggara. Terlebih lagi, banyak modus dan cara yang bisa dilakukan untuk mengemas politik uang,” ungkap Titi.

Tak hanya penyelenggara dan pemilih, Titi menilai para calon dan tim sukses juga harus diingatkan dan diberikan penekanan bahwa praktik politik uang bisa berkonsekuensi fatal berupa pembatalan Paslon, jika hal itu tak diindahkan akan berpotensi pada PSU tahap dua.

“Tentu jangan sampai ini terjadi, misalnya politik uang seperti di Pilkada Mahakam Ulu apabila kembali terjadi pelanggaran dan kecurangan pada saat pelaksanaan PSU,” tegasnya.

Titi juga mendorong antarcalon agar saling mengawasi secara ketat selama PSU Pilkada 2024 yang akan digelar mulai Maret 2025.

“Kepada paslon dan tim suksesnya harus ditekankan bahwa lebih baik bersaing dan berkompetisi dengan bermartabat daripada tetap nekat bermain curang dan menanggung konsekuensi yang bisa merugikan mereka sendiri,” pungkasnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |