
POLRESTA Barelang, saat ini tengah menyelidiki laporan dugaan pencabulan yang melibatkan seorang oknum pemuka agama berinisial PZ di Batam. Kasus ini mencuat setelah seorang anak asuh berinisial SS, yang masih di bawah umur, diduga menjadi korban pencabulan hingga hamil dan melahirkan di RS Elizabeth Batam.
Kanit VI PPA Satreskrim Polresta Barelang, Ipda Fransisca Febrina Siburian, mengonfirmasi bahwa laporan terhadap PZ telah diterima dan penyelidikan sedang berlangsung. Sejumlah saksi, termasuk dari pihak yayasan tempat korban berada, telah dimintai keterangan. “Ya benar, kasus ini sudah kami tangani. Kami telah memeriksa tujuh saksi,” katanya, Minggu (20/4).
Meskipun demikian, pihak kepolisian belum dapat memberikan rincian lebih lanjut mengenai kasus ini. Kapolresta Barelang Kombes Zaenal Arifin menegaskan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan meminta dukungan dari masyarakat. “Masih dalam proses, mohon dukungannya,” ujarnya.
Kasus dugaan pencabulan ini terjadi di tengah meningkatnya laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Batam. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam, sebanyak 89 laporan kekerasan tercatat dari Januari hingga Maret 2025, dengan mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan. Angka ini meningkat tajam dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan 53 laporan.
Dari 89 kasus yang tercatat, 64 di antaranya menimpa anak-anak, sementara 25 lainnya merupakan perempuan. Mayoritas kasus kekerasan yang terjadi adalah kekerasan seksual, yang tentunya memberikan dampak psikologis yang mendalam bagi korban.
Kepala UPTD PPA Kota Batam, Dedy Suryadi, mengungkapkan bahwa meskipun angka laporan meningkat, banyak korban yang melapor karena mereka merasa lebih percaya diri setelah mendapatkan dukungan. Namun, banyak juga yang baru melapor setelah bertahun-tahun memendam trauma. “Korban kekerasan, terutama kekerasan seksual, sering kali merasa bingung dan terisolasi. Butuh waktu dan keberanian yang luar biasa untuk melapor,” ujarnya.
Dia menyebutkan bahwa pendampingan psikologis tidak hanya dibutuhkan oleh korban kekerasan, tetapi juga oleh keluarga mereka. Proses pemulihan psikologis menjadi salah satu kunci untuk memastikan korban bisa kembali menjalani hidup mereka dengan lebih baik.
Menurut dia, selain pendidikan tentang hak-hak perlindungan perempuan dan anak, edukasi mengenai pentingnya dukungan sosial juga sangat diperlukan. Banyak korban yang merasa takut untuk melapor karena khawatir akan stigma dari lingkungan sekitar atau bahkan keluarga mereka sendiri. “Faktor psikologis menjadi tantangan besar. Jika korban tidak mendapatkan pendampingan yang tepat, pemulihan mereka akan terhambat,” tambahnya.
Untuk mengatasi hal ini, UPTD PPA Batam terus memperluas jejaring layanan pengaduan dan pendampingan psikologis, bekerja sama dengan rumah sakit, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta pihak kepolisian. Dedy berharap bahwa dengan adanya jaringan ini, korban akan merasa lebih aman dan didukung, sehingga mereka berani melapor lebih cepat. (E-2)