Pengembangan Data Center jadi Pilar Utama Perkembangan AI untuk Kesehatan

2 weeks ago 17
Pengembangan Data Center jadi Pilar Utama Perkembangan AI untuk Kesehatan Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2025, di Jakarta.(Dok. Dentos HPRP)

Pembangunan infrastruktur digital, khususnya pusat data atau data center menjadi salah satu fokus utama dalam upaya mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi dan untuk perkembangan kesehatan di Indonesia.

Begitu juga dengan artificial intelligence (AI) yang telah mengubah cara kerja dunia medis dengan meningkatkan akurasi diagnosis dan efisiensi layanan kesehatan, sementara data center menjadi fondasi utama ekosistem digital, mendukung pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah hingga 8% dalam lima tahun ke depan.

Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan dan Transformasi Digital Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan Okto Irianto menegaskan bahwa keberadaan data center menjadi pilar utama dalam mendukung perkembangan kecerdasan buatan di Indonesia.  

"AI dan data center tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Data center menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk menjalankan aplikasi AI, sementara AI membutuhkan data center untuk menyimpan dan memproses data dalam jumlah yang besar," ujar Okto dalam acara Dentons HPRP Law and Regulations Outlook 2025, di Jakarta, Kamis (20/2).

Namun, meskipun AI dan data center menjadi tren utama dalam perkembangan teknologi, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi, khususnya terkait regulasi dalam pengadaan lahan dan pembangunan data center. Menurut Okto, pembangunan data center membutuhkan zonasi yang tepat agar tidak mengganggu lingkungan sekitar.  

"Teman-teman dari Kementerian ATR harus mengidentifikasi zonasi lahan yang ideal untuk membangun data center. Harus dicari zonasi atau ruang yang ideal untuk memastikan bahwa terdapat infrastruktur pendukung yang memadai, seperti listrik, air, kemudian konektivitas internet berkecepatan tinggi, dan pemisahan jelas antara lokasi data center dan kawasan permukiman," jelasnya.  

Selain persoalan lahan, tantangan lainnya menurut Okto adalah kebutuhan daya listrik yang sangat besar. Berdasarkan data Badan Energi Internasional, konsumsi listrik data center global mencapai 240 hingga 340 terawatt jam, atau sekitar 1 sampai 1,3 persen dari total permintaan listrik dunia.  

"Pada tahun 2030 ini diperkirakan di Amerika kebutuhan listrik dari data center di sana itu akan mencapai lebih kurang 9 persen dari total produksi listrik mereka," ungkapnya.  

Tak hanya listrik, data center juga memerlukan sistem pendinginan yang efisien dan berkelanjutan, yang dalam skala besar dapat berpengaruh terhadap konsumsi air. Sebagai perbandingan, data center Google pada tahun 2023 membutuhkan sekitar 22,7 miliar liter air, atau setara dengan 10 persen dari total kebutuhan air negara Turkiye.  

Persoalan lainnya adalah kebisingan yang dihasilkan oleh data center yang dapat mencapai 60 desibel. "Di siang hari mungkin tidak menjadi masalah, tetapi di malam hari 60 desibel itu akan sangat terasa. Oleh karena itu, manusia, hewan, bahkan serangga tidak akan senang tinggal di lingkungan sekitar data center," ujar Okto.  

Meskipun tantangan ini cukup kompleks, pemerintah tetap berkomitmen untuk mendorong investasi digital yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan nasional. Okto menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi dalam merumuskan kebijakan yang mendukung pembangunan data center di Indonesia.  

"Kita tidak boleh tertinggal dalam perkembangan teknologi, saya sangat setuju itu. Tapi kita juga tidak perlu fear of missing out (FOMO). Tidak ada salahnya kita berhati-hati. Kita harus memilih dan mengimplementasikan teknologi AI yang efisien, tepat guna, dan sesuai dengan kebutuhan serta sumber daya yang ada di Indonesia," pungkasnya.  

CEO Halodoc, Jonathan Sudharta, mengatakan AI tidak hanya membuka peluang besar dalam layanan kesehatan, namun juga menghadapi tantangan dalam penerapannya, terutama dalam regulasi. Di sisi lain, dia mengapresiasi pola perubahan dan kecepatan Kementerian Kesehatan RI dalam mengadopsi teknologi AI. “Kementerian Kesehatan sangat terbuka dan mengedepankan inovasi, bukan dari inovator, tetapi dari Pemerintah. Saya sangat menghargai ini,” ujarnya.

Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesehatan/Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan, Setiaji, menegaskan pemerintah juga telah menyadari pentingnya AI dalam pembangunan data kesehatan nasional, guna menciptakan layanan kesehatan yang lebih terintegrasi dan berkualitas.

“Visi Pemerintah adalah data kesehatan digital terintegrasi dan dilindungi. AI di bidang kesehatan saat ini mirip seperti perbankan 30 tahun lalu. Bagaimana perbankan mendigitalkan data 30 tahun lalu, ini yang dilakukan Kementerian Kesehatan saat ini. Data kesehatan setiap masyarakat ditangkap dari sejak awal, bahkan saat masih dikandungan. Ini karena masih tingginya kasus stunting di Indonesia,” terangnya. (H-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |