
PEMERINTAH Kota (Pemkot) Bandung akan menerapkan teknologi termal untuk mengolah sampah yang tidak bisa dikangkut ke TPA Sarimukti. Saat ini produksi sampah di Kota Bandung mencapai 1.500 ton per hari, sedangkan ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti dibatasi sebesar 140 ritase per hari, sehingga sisanya menumpuk di TPS-TPS.
Teknologi termal merupakan proses yang melibatkan penggunaan panas atau pembakaran untuk mengolah sampah. Proses ini dapat melibatkan berbagai metode seperti insinerasi (pembakaran langsung), gasifikasi atau pirolisis, dengan tujuan mengurangi volume sampah, menghilangkan zat berbahaya dan bahkan menghasilkan energi misalnya listrik.
“Ada 15 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang akan menerapkan teknologi termal untuk mengolah sampah yang tidak terangkut ke TPA Sarimukti. Dari 15 TPST yang direncanakan, dua lokasi yakni TPST PSM Jalan PSM dan TPST Babakan Sari di Kiaracondong telah memulai tahap konstruksi dan ditargetkan mulai operasional akhir Mei 2025,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung Dudy Prayudi, Jumat (26/4).
Menurut Dudy, dipilihnya teknologi termal untuk mengolah sampah yang tidak terangkut ke TPA Sarimukti karena metode ini bisa menyelesaikan sampah dengan cepat. Penggunaan teknologi termal juga merujuk pada regulasi nasional, yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor P.70 Tahun 2016, yang memperbolehkan penggunaan metode termal dalam pengelolaan sampah selama memenuhi persyaratan tertentu.
“Salah satu syarat tersebut adalah mesin termal yang akan digunakan harus ramah lingkungan dan memiliki sistem pemantauan emisi ketat, serta dilakukan uji emisi secara berkala setiap enam bulan sekali. Hasil emisi harus berada dalam batas toleransi yang diizinkan oleh regulasi, jadi ini sah dan sesuai prosedur,” papar Dudy.
Selain termal, lanjut Dudy, teknologi anaerobik juga digunakan sebagai pendukung circular economy, yaitu memanfaatkan limbah organik menjadi energi atau produk bernilai guna lainnya. Dari 15 TPST yang direncanakan, delapan di antaranya sudah menarik minat investor dan sedang dalam proses pengurusan dokumen lingkungan, perizinan dan persiapan konstruksi.
“Untuk menerapkan teknologi ini, kami menggunakan sistem Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KSPBU). Sehingga, investor swasta bertanggung jawab atas pembangunan dan pengelolaan fasilitas, sementara pemerintah hanya membayar jasa pengolahan sampah melalui skema tipping fee,” terang Dudy.
Sementara itu Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menegaskan pentingnya peran masyarakat dalam mengelola sampah dan mengapresiasi inisiatif pengelolaan sampah mandiri di RT 07 RW 03, Kelurahan Cijagra, Kecamatan Lengkong. Solusi permasalahan sampah tidak dapat diserahkan semata-mata pada pemerintah, tetapi membutuhkan peran aktif masyarakat.
“Masalah sampah adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan warga. Pengelolaan sampah yang baik dimulai dari rumah, dari RT dari kita semua,” tutur Farhan.
Farhan mengungkapkan, pengelolaan sampah berbasis RT ini sangat strategis, mengingat sampah yang dihasilkan setiap hari semakin banyak dan sulit ditangani tanpa adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu inisiatif yang diusung adalah konsep "sampah hari ini, habis hari ini," yang diharapkan dapat mengurangi tumpukan sampah yang terus menambah beban TPA.
“Saya sangat mengapresiasi kepada warga RT 07 yang telah membangun rumah pengolahan sampah mandiri ini dengan cara yang sederhana namun efektif. Ini adalah contoh nyata bagaimana masyarakat dapat menjadi juara dalam mengelola sampah,” pungkas Farhan.(M-2)