MESKI bayang-bayang ketidakpastian global masih kuat, pemerintah tetap percaya diri menatap 2025. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dipertahankan, meski terdapat proyeksi yang menyebutkan ekonomi Indonesia hanya mampu melaju di kisaran 4,5% hingga 5%.
"Kami menghargai pandangan dan proyeksi dari berbagai pihak, termasuk sektor perbankan. Itu penting sebagai bahan evaluasi. Namun, pemerintah tetap optimis. Dengan strategi yang tepat dan sinergi yang kuat, pertumbuhan 5% masih sangat mungkin dicapai," kata Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto saat dihubungi Media Indonesia, Jumat (16/5).
Optimisme pemerintah, kata dia, dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, inflasi yang terkendali, serta berbagai kebijakan yang disiapkan untuk memperkuat daya tahan dan daya saing ekonomi nasional.
Salah satu langkah utama adalah mendorong konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemerintah memperluas program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang tak hanya bertujuan meningkatkan ketahanan gizi anak-anak, tetapi juga menciptakan perputaran ekonomi di sektor pangan lokal.
"Kami juga terus menyalurkan bansos secara tepat sasaran, memberikan subsidi listrik, dan memberi diskon transportasi publik untuk menjaga daya beli masyarakat," ujar Haryo.
Belanja negara pun akan dipercepat agar stimulus fiskal benar-benar terasa di lapangan. Pemerintah menyadari bahwa negara harus hadir lebih cepat. Itu karena realisasi belanja yang cepat akan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat.
Selain menjaga konsumsi, pemerintah juga membenahi sisi penawaran. Melalui Inpres Deregulasi, berbagai izin usaha disederhanakan. Di sisi lain, revisi Peraturan Presiden tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (BUPM) tengah dirampungkan guna memperluas ruang gerak investor.
"Satgas Deregulasi akan segera dibentuk sesuai arahan Presiden, tapi tim yang ada sudah mulai bekerja. Kami sedang mengidentifikasi masalah perizinan ekspor-impor yang sering dikeluhkan pelaku usaha. Ini bagian dari paket kebijakan yang segera diumumkan," terang Haryo.
Kebijakan deregulasi itu juga menjadi bagian dari persiapan jangka panjang Indonesia untuk menjadi anggota Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
"Transformasi kebijakan harus serius jika kita ingin bersaing di level global," tambahnya.
Untuk sektor pembiayaan, pemerintah meningkatkan target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan mulai mengimplementasikan skema Kredit Investasi Padat Karya bagi sektor strategis. UMKM juga difasilitasi dari sisi pembiayaan dan ekspor.
"UMKM yang punya potensi ekspor akan mendapat dukungan promosi dan fasilitasi. Kami juga mempercepat penyelesaian perjanjian perdagangan seperti IEU-CEPA dan CP TPP, serta membuka penetrasi pasar non-tradisional dan mempererat hubungan dengan negara-negara BRICS," jelas Haryo.
Untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan, pemerintah menyiapkan tiga pilar transformasi jangka menengah, yaitu hilirisasi industri, digitalisasi ekonomi, dan transisi energi hijau. Di sektor industri, pemerintah fokus pada pengembangan pengolahan mineral seperti nikel, bauksit, dan tembaga, serta penguatan industri kelapa sawit. Pembangunan kawasan industri terintegrasi juga terus dilanjutkan.
"Ini bukan sekadar soal ekspor bahan mentah, tapi membangun rantai nilai dan ekosistem industri dalam negeri yang kompetitif," jelas Haryo.
Sementara di sektor digital, pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur merata di seluruh Indonesia, serta mendukung peningkatan kapasitas startup teknologi dan digitalisasi UMKM.
Di sisi energi, transformasi ke arah ekonomi hijau diperkuat dengan pengembangan energi terbarukan dan kendaraan listrik. Salah satu proyek energi bersih yang sudah berjalan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Muara Laboh yang mendapat pendanaan sebesar US$499 juta dari program Asia Zero Emission Community (AZEC).
Lebih lanjut, Haryo menekankan target pertumbuhan ekonomi di atas 5% tidak bisa dicapai hanya dengan satu aktor.
"Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Butuh sinergi erat antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat luas. Ini pekerjaan kolektif," ujarnya.
Dengan kombinasi kebijakan jangka pendek yang responsif dan jangka menengah yang transformatif, pemerintah yakin pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut dan semakin menguat. (E-4)