Muhammadiyah: Masyarakat Permisif Politik Uang karena Diyatimpiatukan

11 hours ago 2
 Masyarakat Permisif Politik Uang karena Diyatimpiatukan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqoddas(Dok.MI)

PIMPINAN Pusat (PP) Muhammadiyah menilai sikap permisif masyarakat atas praktik politik uang disebabkan karena adanya upaya meyatimpiatukan pendidikan politik.

Hal itu menyebabkan masyarakat selaku pemilih tak mengetahui bahwa menerima uang dalam kontestasi pemilihan umum adalah hal yang salah.

Hal itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Hikmah Busyro Muqoddas saat menanggapi maraknya politik uang saat penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pilkada Barito Utara 2024.

Akibat dari masifnya politik uang itu, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta PSU di Barito Utara digelar lagi. "Masyarakat itu mengalami proses pemiskinan dan peyatimpiatuan secara pendidikan politik. Akibatnya, mereka tidak tahu," kata Busyro di Jakarta, Jumat (16/5).

Selain pendidikan politik yang tak memadai, ia juga menyoroti bahwa masyarakat menerima politik uang karena kebutuhan untuk melanjukan hidup. Menurut Busyro, uang Rp50 ribu untuk memilih calon kepala daerah adalah nominal yang berharga di mata masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.

"Karena sedang dimiskinkan secara ekonomi, uang Rp50 ribu pun sangat berharga, memilih calon-calon yang dia tidak tahu atau tahu kalau dia itu tidak layak," terangnya.

Ia menekankan, untuk menekan praktik politik uang saat pemilu maupun pilkada, pemerintah maupun DPR perlu merevisi sejumlah regulasi, misalnya Undang-Undang (UU) Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.

Adapun proses revisinya harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat sipil. "Jangan percayakan hanya DPR dan pemerintah saja. Sulit dipercaya," ujar Busyro.(Tri/P-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |