Jalan Sunyi Para Penyuluh Deradikalisasi Demi Harmoni NKRI

11 hours ago 2
Jalan Sunyi Para Penyuluh Deradikalisasi Demi Harmoni NKRI Ilustrasi: tiga orang narapidana tindak pidana terorisme membaca ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)(ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani)

PARA penyuluh deradikalisasi bekerja di jalan sunyi dan jauh dari sorotan. Salah satunya dialami para penyuluh bernama Gunawan. 

Gunawan bercerita bagaimana mendekati para eks narapidana terorisme (napiter) dengan pendekatan yang lembut, manusiawi, dan membutuhkan waktu yang panjang.

“Kita melakukan penyuluhan ini tidak sekali waktu, bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Perlu kesabaran mengubah bagaimana yang tadinya terjebak dalam paham radikal terorisme menjadi warga yang berharmoni dalam NKRI,” kata Gunawan saat webinar diskusi penguatan aktor resolusi konflik, Rabu (14/5).

Gunawan mengungkapkan dibutuhkan kepekaan dalam membaca situasi dan kondisi psikologis para eks napiter. Selain itu, juga dibutuhkan deradikalisasi melalui soft approach dan hard approach. 

Adapun, soft approach dilakukan oleh penyuluh, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tokoh agama, dan masyarakat setempat. Sementara hard approach adalah domain aparat keamanan seperti Densus 88, TNI, dan Polri.

Gunawan mengungkapkan di Kota Bima, Kabupaten Bima, dan Dompu tercatat ada 71 eks napiter. Sebanyak 30 orang sudah kembali mendukung NKRI. Sementara sisanya masih dalam proses deradikalisasi. 

Gunawan menyebut bahwa faktor yang mendorong seseorang terlibat dalam jaringan teror sangat kompleks, yakni ideologi, kebodohan, ekonomi, budaya, hingga kebijakan pemerintah. Karena itu, pendekatannya tidak bisa tunggal.

Di pertemuan pertama, biasanya mereka hanya mengobrol soal kehidupan, keluarga, dan pekerjaan. Perlahan, barulah masuk ke ranah ideologis dan nasionalisme.

“Saya gunakan logika: coba kamu lihat bagaimana tugas polisi sekarang menjamin keamanan, kalau ada yang diperkosa misalnya, ibu kamu, bibi kamu, saudara kamu, coba bayangkan. Jadi tekankan keamanan, jangan dulu ke bahwa NKRI itu harga mati,” ujarnya.

Di Bima, Gunawan dan rekan-rekannya juga membantu eks napiter dalam urusan ekonomi dan pendampingan hukum. Mereka menggandeng keluarga dan komunitas sekitar agar proses reintegrasi berjalan mulus. Di Poso, ia bahkan pernah merangkul orang tua dari anak yang masih bertahan di Gunung Biru, agar si anak mau turun.

Pekerjaan ini memang tidak mencolok, tetapi Gunawan yakin dampaknya jauh lebih besar dibanding tindakan represif. Di titik inilah penyuluh, yang juga bergerak di bawah koordinasi BNPT, menjadi ujung tombak negara dalam merawat harmoni sosial.

“Satu peluru mampu menembus satu jiwa tapi satu penyuluhan mampu menembus jutaan jiwa, maka peran kita sebagai penyuluh ini diutamakan sebelum penindakan,” katanya. (faj/M-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |