
AKTIVITAS menulis dengan tangan diyakini tidak hanya meningkatkan literasi, tetapi juga mengasah keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Untuk itu, kebiasaan menulis dengan tangan perlu digalakkan, terutama pada anak-anak sekolah yang sudah terpapar digitalisasi.
Hal itu menjadi topik utama dalam kegiatan ‘Kolokium Menulis Tangan untuk Peningkatan Literasi dan Kompetensi’ di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta, Selasa (29/4).
Dalam sesi talkshow, Figur Publik dan Edupreneur Peduli Literasi Galih Sulistyaningra menyebut salah satu faktor lunturnya kebiasaan menulis dengan tangan. Misalnya anak-anak kehilangan figur teladan di rumah yang juga menulis pakai tangan.
“Kebudayaan yang kita punya sebelum dia ke sekolah, itu kan tumbuh pertama kali di rumah. Jadi bagaimana caranya kita memfasilitasi anak-anak yang mungkin dari rumahnya masih terbatas, termasuk menulis dengan tangan,” kata Galih yang merupakan lulusan University College London (UCL) dan pernah mengajar di SD negeri di Jakarta.
Menurutnya, sebelum sampai pada program wajib, orang tua harus menyampaikan kepada anak mengapa menulis dengan tangan itu penting.
“Jadi why and how, itu yang menurut saya perlu ditekankan. Kalau what-nya, cara-caranya, mungkin banyak. Tapi kita ingin anak-anak melakukan sesuatu karena kesadaran penuh. Bukan karena semata-mata untuk menyenangkan kita, guru-guru di kelas, atau kepala sekolah, atau orang tua,” katanya.
Galih mencontohkan ketika ia sadar pentingnya menulis dengan tangan di era sekarang. Ketika ia mendaftarkan anaknya ke TK, sekolah memintanya membuat surat pernyataan yang wajib ditulis tangan.
“Ternyata ketika saya menulis, saya merasakan di setiap kalimatnya kayak saya ngomong sama diri saya sendiri. Oh iya, saya harus sepakat dengan poin 1, poin 2, dan seterusnya, karena saya mengulang apa kalimat yang tertera di sana,” paparnya.
Di berbagai penelitian, lanjutnya, menulis tangan ada hubungannya dengan memori. Ketika menulis, motorik seseorang akan terasah. Ia akan merekam apa yang ditulis.
“Jadi menulis dengan tangan itu sangat penting karena hubungannya dengan memori. Khususnya untuk anak-anak di usia dini, menulis itu juga satu kegiatan motorik. Saya yakin, dengan anak-anak menulis, bukan hanya dia mengingat, tapi berkesadaran,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Subtim Kerja Penilaian Direktorat SD Kementerian Dikdasmen Yohan Rubiyantoro menyebut dorongan untuk menulis menggunakan tangan relevan dengan salah satu program prioritas kementerian, yakni peningkatan literasi dan numerasi.
Kegiatan menulis menggunakan tangan, lanjutnya, seakan kontradiktif dengan salah satu prioritas lain, yakni digitalisasi pembelajaran. Padahal, kata Yohan, semua akan berjalan beriringan.
“Seiring dengan digitalisasi pembelajaran, program prioritas peningkatan penguatan literasi numerasi sains dan matematika itu juga kita jalankan beriringan. Saat ini, program-program penguatan itu sedang didesain bersama-sama direktorat SD, SMP, SMA dan juga pusat kurikulum,” paparnya.
Secara gambaran besarnya ke depannya, kata dia, salah satu program itu antara lain bagaimana menulis akan dibudayakan dari level sekolah dasar.
Sementara itu, Kepala Seksi Kurikulum dan Penilaian Bidang SD Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Astin Julaikha menyebut pihaknya memiliki program-program yang mengacu pada penguatan literasi.
Pihaknya juga sudah mengeluarkan surat edaran (SE) tentang pembentukan karakter dan penguatan literasi.
“Di situ ada pembiasaan pembentukan karakter yang mendukung untuk literasi. Jadi 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran diadakan pembiasaan untuk literasi. Bisa bercerita, membaca, atau menulis. Itu diterapkan di semua sekolah di DKI di semua jenjang,” katanya.
Salah satu tantangannya adalah masih ada guru yang tidak memberikan contoh. “Si anak disuruh membaca, gurunya sendiri membaca HP. Padahal yang diharapkan adalah sama-sama,” katanya.
Di era literasi sekarang yang mengarah ke digital, Astin berharap para pihak jangan mengabaikan menulis tangan. “Karena bagaimanapun literasi dimulai dari menulis tangan. Di lapangan menulis tangan diabaikan. Hampir nyaris anak-anak muda jarang sekali menulis pakai tangan. Kita akan giatkan lagi untuk menulis tangan,” tutupnya. (H-3)