
KEPALA Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Prof Toni Toharudin menyampaikan kebijakan baru terkait pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) kini mengedepankan pendekatan humanis dan holistik.
Ia menekankan evaluasi pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga memperhatikan karakter, kemampuan berpikir kritis, serta konteks sosial peserta didik.
“Kami mengedepankan asesmen yang tidak hanya menguji pengetahuan tetapi juga kesiapan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat,” ujar Prof Toni dalam diskusi bertema Paradigma Baru Evaluasi Pendidikan: Penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai Instrumen Nasional, di Samarinda, Kalimantan Timur.
Kebijakan ini, kata Toni, selaras dengan arah transformasi pendidikan nasional yang menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dalam proses pembelajaran. Turut hadir dalam forum yang digelar BSKAP, bekerja sama dengan DPR RI dan sejumlah perguruan tinggi yaitu Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, Sekda Provinsi Kalimantan Timur Sri Wahyuni dan perwakilan perguruan tinggi.
Wakil Rektor Universitas Nasional (Unas) Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni Erna Ermawati Chotim mengatakan pendidikan tinggi seharusnya dimaknai sebagai alat pemberdayaan sosial, bukan sekadar jalur formal untuk meraih gelar akademik.
“Kita perlu menggeser paradigma pendidikan tinggi menjadi ruang tumbuh bagi kreativitas, interaksi lintas budaya, dan penguatan karakter,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya mobilitas mahasiswa Kalimantan Timur ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya Jakarta, guna memperluas wawasan, membangun jejaring, dan memperkaya pengalaman lintas wilayah.
Melalui berbagai program kemitraan dan skema beasiswa, pihaknya berkomitmen membuka akses pendidikan tinggi seluas-luasnya bagi generasi muda Kalimantan Timur untuk menempuh studi di perguruan tinggi berkualitas di Ibu Kota. Upaya ini jadi bagian kontribusi nyata mendukung pendidikan tinggi inklusif dan merata. “Dengan semangat kolaboratif, kami percaya pendidikan tinggi bisa jadi jembatan antara potensi daerah dan kebutuhan nasional,” tambah Erna.
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan institusi pendidikan dalam mewujudkan transformasi pendidikan nasional. “Kebijakan tanpa dukungan masyarakat dan institusi pendidikan tidak akan efektif. Maka, kolaborasi adalah napas perubahan itu sendiri,” tegasnya.
Hetifah berharap forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat koordinasi antara pusat dan daerah, serta mempererat kerja sama antara sektor pendidikan formal dan pemangku kepentingan lainnya dalam membangun fondasi menuju Indonesia Emas 2045. (H-2)