Pasokan Dana Menipis, Bantuan Kemanusiaan PBB Kempis

7 hours ago 2
Pasokan Dana Menipis, Bantuan Kemanusiaan PBB Kempis Warga Sudan.(Dok Al-Jazeera)

PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa (PBB) terpaksa memangkas secara signifikan rencana bantuan kemanusiaan global untuk 2025. Soalnya, pasokan dana mengalami penurunan. PBB menggambarkan pemotongan itu terparah yang pernah terjadi. 

Akibatnya, puluhan juta orang di seluruh dunia menghadapi situasi darurat yang semakin buruk. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan kini hanya mengajukan permintaan dana sebesar US$29 miliar untuk 2025 alias anjlok dari target awal sebesar US$44 miliar yang diajukan pada Desember lalu. Permintaan dana ini disebut sebagai upaya yang sangat diprioritaskan.

Situasi itu memburuk sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menjabat pada Januari lalu. Sebagai penyumbang utama bantuan internasional, keputusan pemerintah AS untuk memangkas bantuan luar negeri secara tajam memicu kekacauan dalam sistem kemanusiaan global, termasuk program vaksinasi, distribusi obat-obatan untuk melawan AIDS, serta bantuan darurat di berbagai negara.

Pilihan brutal

Negara-negara donor utama lain juga memangkas kontribusi mereka akibat ketidakpastian ekonomi global. "Pemotongan dana yang brutal membuat kita menghadapi pilihan yang brutal," ujar Kepala OCHA Tom Fletcher dalam pernyataannya, kemarin.

"Yang kami minta hanyalah satu persen dari belanja Anda tahun lalu untuk perang. Namun, ini bukan sekadar permohonan uang. Ini merupakan seruan untuk tanggung jawab global, solidaritas manusia, dan komitmen untuk mengakhiri penderitaan," tambahnya.

Fletcher juga mengingatkan dampak nyata dari pemangkasan dana ini. Saat mengunjungi rumah sakit di Kandahar, Afghanistan, pada April lalu, ia menegaskan bahwa pemotongan bantuan bagi mereka yang sangat membutuhkan bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan. Menurut Fletcher, dampaknya ialah jutaan orang meninggal.

Dengan tahun 2025 yang sudah berjalan hampir separuh, PBB baru menerima dana sebesar US$5,6 miliar dari target awal US$44 miliar atau hanya mencapai sekitar 13%. Rencana bantuan awal mencakup dukungan untuk lebih dari 70 negara dan bertujuan menjangkau hampir 190 juta orang yang paling rentan. 

Kondisi paling kritis

Namun, bahkan dalam rencana awal itu, PBB mengakui ada sekitar 115 juta orang yang tidak bisa mereka jangkau. "Kita dipaksa masuk ke dalam situasi darurat untuk bertahan hidup manusia," ujar Fletcher. "Terlalu banyak orang tidak akan mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan, tetapi kita akan menyelamatkan sebanyak mungkin nyawa dengan sumber daya yang diberikan kepada kita." 

Dia menyatakan bahwa prioritas bantuan kini dialihkan ke wilayah-wilayah dan kelompok masyarakat yang berada dalam kondisi paling kritis. Bantuan akan difokuskan pada situasi ekstrem atau wilayah terdampak bencana. "Ini akan memastikan bahwa sumber daya yang terbatas diarahkan ke tempat yang dapat memberikan manfaat paling banyak secepat mungkin," jelasnya dalam pernyataan resmi.

Pernyataan OCHA muncul bersamaan dengan laporan peringatan dini dari dua badan lain di PBB--Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP)--yang mengidentifikasi 13 wilayah sebagai titik panas kelaparan yang semakin mengkhawatirkan. Lima wilayah tercatat berada dalam risiko kelaparan langsung, meliputi Sudan, Palestina, Sudan Selatan, Haiti, dan Mali. 

Kendala akses

Badan-badan PBB menegaskan bahwa situasi di wilayah-wilayah tersebut diperparah oleh kekurangan dana yang kritis dan kendala akses yang semakin meningkat. Selain itu, Yaman, Republik Demokratik Kongo, Myanmar, dan Nigeria juga disebut mengalami kondisi yang sangat memprihatinkan dan membutuhkan tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa serta mata pencaharian penduduknya. 

Burkina Faso, Chad, Somalia, dan Suriah juga masuk dalam daftar titik panas kelaparan. "Laporan ini tergolong dalam peringatan merah," tegas Direktur Eksekutif WFP, Cindy McCain. 

"Tanpa pendanaan dan akses, kita tidak dapat menyelamatkan nyawa. Investasi yang mendesak dan berkelanjutan dalam bantuan pangan dan dukungan pemulihan sangat penting karena jendela untuk mencegah kelaparan yang lebih dahsyat semakin tertutup," tambahnya.

Sebelumnya pada Maret, WFP menyampaikan bahwa mereka menghadapi krisis luar biasa karena pemotongan dana sebesar 40% untuk 2025. Dampak dari pemangkasan ini diperkirakan membahayakan bantuan bagi 58 juta orang yang bergantung pada dukungan mereka untuk bertahan hidup. (AFP/I-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |