
KOMUNITAS Salihara menghadirkan Staging Desire, sebuah pameran yang berlangsung 14 Juni–27 Juli 2025 di Galeri Salihara, Jakarta Selatan. Mempertemukan dua seniman yakni Nindityo Adipurnomo dan Imam Sucahyo dengan praktik material yang menjadi arena negosiasi antara kehendak pribadi dan ekspektasi eksternal.
Kehadiran pameran ini berawal dari Nindityo yang tertarik dengan karya seni wayang milik Imam Sucahyo. Ia terkesima dengan bentuk dan ekspresi dari karya seni milik Imam, terlebih karya seni itu lahir dari benda-benda sederhana seperti kardus bekas. Pertemuan tak terduga pun memicu percakapan selama setahun tentang identitas dan bagaimana kehendak membentuk praktik kreatif, yang menjadi landasan pameran ini.
"Pameran ini mengajak pengunjung untuk melihat bagaimana kehendak bisa membentuk identitas dan menggambarkan bagaimana kehendak itu terbentuk karena kekuatan dari pribadi dan juga kontribusi sosial. Meski kedua seniman ini memiliki praktik kreatif yang sangat berbeda, tapi setelah proses berjalan ternyata ada banyak hal yang berkaitan semisal ketertarikan mereka akan kepedulian alam, lingkungan, hingga budaya," kata kurator pameran Zarani Risjad, ditemui di Galeri Salihara, Jakarta, Sabtu (14/6).
Berbeda dari pameran kebanyakan, saat memasuki ruang pameran, pengunjung justru akan memulai pengalaman mereka dari pintu belakang. Melewati sebuah ruang gelap dengan tangga curam menyerupai area panggung belakang yang menegaskan identitas sebagai sebuah pertunjukan.
Di pusat ruang pameran, berdiri sebuah rumah kayu bobrok yang ditemukan Imam di Tuban. Atapnya yang miring menggemakan bentuk Salib Selatan, menyematkan resonansi personal dan kultural pada bangunan lapuk ini. Rumah tersebut tampil bukan sekadar sebagai latar, melainkan tokoh titik temu antara ingatan dan metafora Imam, serta wadah bagi proyeksi Nindityo atas fragmen narasi tentang kohesi, identitas, dan kepemilikan.
Di dalam ruang pameran, pengunjung juga bakal diperlihatkan deretan wayang karton buatan Nindityo dan juga Imam. Karya seni sengaja dipajang dengan sorotan lampu sehingga membentuk bayangan layaknya pementasan wayang. Bukan hanya menghadirkan deretan wayang kertas, sebuah lukisan besar yang menampilkan potret seorang ibu dan anak juga yang penuh warna juga di tampilkan pada pameran. Ada pula sebuah karya seni dengan bentuk abstrak yang dibuat dari bahan rotan.
"Bisa dibilang apa yang ditampilkan mas Nindityo dalam pameran ini adalah pembacaan ulang karya-karya dari mas Imam. Mas Nindityo mengungkap bahwa awal-awal proses pembacaan ulang ini dimulai dengan melihat, dipegang, hingga praktik langsung oleh mas Imam yang dilihat oleh mas Nindityo. Meskipun ini pembacaan ulang namun justru tidak banyak kemiripan dari karya kedua seniman itu," ungkap Zarani.
Pesan-pesan seperti menyoal alam, sosial hingga politik tersirat dari karya-karya yang terpampang dalam pameran. Namun Nindityo dan Imam tidak ingin mengajak pengunjung untuk berpikir sama tentang perspektif itu. Bagi kedua seniman setiap pengunjung berhak untuk menafsirkan pandangannya masing-masing dari setiap karya yang dilihat.
Bila Anda tertarik melihat pameran Staging Desire, bisa langsung mengunjungi Galeri Salihara selama masa pameran (15 Juni - 27 Juli). Untuk menikmati pameran tersebut, pengunjung perlu melakukan pembelian tiket dengan harga Rp25 ribu - Rp35 Ribu (Senin sampai Jumat) dan Rp25 Ribu - Rp50 Ribu (Sabtu-Minggu). (M-2)