
NVIDIA kembali mencetak sejarah. Pada Rabu (9/7, waktu AS), raksasa chip asal Amerika Serikat ini sempat menyentuh nilai kapitalisasi pasar sebesar US$4 triliun, menjadikannya perusahaan publik pertama di dunia yang mencapai angka tersebut.
Saham Nvidia naik 2,76% pada awal perdagangan dan mencatat rekor tertinggi intraday sebelum kemudian terkoreksi dan ditutup naik 1,8%. Penutupan itu menempatkan valuasi perusahaan sedikit di bawah ambang US$4 triliun, namun tetap di atas Apple dan Microsoft yang sebelumnya berebut posisi puncak.
Lonjakan nilai saham Nvidia terjadi seiring meningkatnya permintaan global atas teknologi kecerdasan buatan (AI), yang menjadikan chip mereka sebagai “otak” utama pusat data milik raksasa teknologi seperti Microsoft, Amazon, dan Google.
“Hanya ada satu perusahaan di dunia yang menjadi fondasi Revolusi AI, dan itu adalah Nvidia,” tulis analis Wedbush Securities, Dan Ives, dalam laporan risetnya, 27 Juni lalu.
Nvidia mencetak pendapatan US$44,1 miliar untuk kuartal yang berakhir April 2024, naik 69% dibandingkan tahun sebelumnya. Perusahaan ini kini menguasai pasar chip AI dan memperluas jangkauan produknya ke bidang robotika dan kendaraan otonom, termasuk peluncuran chip mutakhir Blackwell Ultra yang dirancang untuk mendukung model AI dengan kemampuan penalaran tingkat lanjut.
Laju Melesat dan Dominasi Pasar AI
Nvidia pertama kali menembus valuasi US$1 triliun pada Mei 2023. Kini, dalam waktu hanya setahun lebih sedikit, perusahaan ini menembus rekor baru di tengah derasnya arus investasi global untuk infrastruktur AI, yang menurut IDC diperkirakan akan melampaui US$200 miliar pada 2028.
Kinerja Nvidia yang luar biasa ini juga menjadikan CEO-nya, Jensen Huang, salah satu orang terkaya di dunia. Menurut Bloomberg Billionaires Index per Selasa lalu, kekayaan Huang mencapai US$140 miliar, menjadikannya orang terkaya ke-10 di dunia. Huang juga semakin sering muncul dalam radar politik, termasuk mendampingi Presiden Donald Trump dalam kunjungan ke Arab Saudi dan terlibat dalam Project Stargate, inisiatif AI senilai US$500 miliar yang diumumkan Trump awal tahun ini.
Sempat Anjlok
Namun, jalan Nvidia tidak sepenuhnya mulus. Pada awal tahun ini, saham Nvidia sempat anjlok hingga 37% karena munculnya DeepSeek, startup AI asal Tiongkok yang mengklaim memiliki model AI canggih dengan biaya jauh lebih murah — memunculkan pertanyaan besar: apakah chip mahal benar-benar diperlukan untuk membangun kecerdasan buatan?
Selain itu, Nvidia juga terdampak oleh tensi dagang antara AS dan Tiongkok. Perusahaan ini mengungkap bahwa mereka kehilangan potensi pendapatan sebesar US$2,5 miliar dalam kuartal fiskal akibat pembatasan ekspor chip AI H20 ke Tiongkok.
Meski sempat goyah, saham Nvidia pulih cepat dan melonjak 74% sejak awal April, menegaskan dominasinya di sektor AI global.
Langkah Berikutnya: Menuju US$6 Triliun?
Dalam panggilan pendapatan Mei lalu, Huang menegaskan AI akan menjadi kebutuhan di setiap negara dan industri, dari layanan keuangan, manufaktur, transportasi, hingga kesehatan.
“Teknologi AI akan mengubah cara kita membangun perangkat lunak, menjalankan bisnis, dan mengelola kehidupan sehari-hari. Dan kita baru saja memulainya,” ujar Huang.
Analis Wall Street tampaknya sependapat. Dalam catatan riset bulan Juni, analis dari Loop Capital memperkirakan bahwa valuasi Nvidia bisa menyentuh US$6 triliun pada 2028.
“Meskipun angka itu tampak luar biasa, Nvidia pada dasarnya masih merupakan monopoli dalam teknologi inti AI,” tulis Ananda Baruah dan Alek Valero dari Loop Capital.
Sementara Microsoft saat ini berada di kisaran valuasi US$3,77 triliun, analis meyakini raksasa teknologi itu juga akan segera menembus angka US$4 triliun — menjadikan persaingan para raksasa ini semakin menarik dalam peta teknologi dunia. (CNN/Z-2)