
UMAT muslim di banyak negara maju seringkali merasa sulit menemukan masjid untuk beribadah karena status mereka sebagai minoritas yang jarang mendapatkan perhatian pemerintahnya.
Ustad Ali Abdullah dari Masjid Baitul Makmur, Melbourne, Australia menjelaskan perbedaan kondisi umat muslim saat beribadah di negaranya dan di Indonesia. Jika di Indonesia memiliki kelebihan yakni kemudahan untuk sholat, banyak restoran halal, hingga sering terdengar adzan di 5 waktu sholat. Namun di Australia masih banyak restoran tidak halal, adzan tidak diperdengarkan, dan masjid yang masih sedikit.
"Muslim (di Australia) masih minoritas dan tidak ada pendataan pemerintah adanya sensus terakhir 2021 menunjukkan 3,2% merupakan muslim dari seluruh penduduk Australia atau hanya 813 ribu dan tinggal di Sydney dan Melbourne. Namun kini Islam semakin berkembang, saya menyaksikan orang mau baca syahadat," kata Ali di Jakarta Selatan, Senin(10/3).
Ia menyebut Ramadan tahun lalu ada 1 orang Australia konsultasi untuk masuk Islam dan dalam 3 bulan ada 5 orang putuskan masuk Islam. Sampai saat ini banyak sekali masuk Islam.
"Islam semakin berkembang dan jumlah masjid mulai tumbuh namun masih kurang. Sedangkan umat Islam terus tumbuh, mayoritas orang muslim di Australia merupakan pendatang dari India, Pakistan, Bangladesh, Lebanon, dan Turki," ungkapnya.
Namun, lanjut Ali, dibalik itu semua ada juga perkembangan tantangan yaitu perkembangan LGBT dan pemahaman atheis yang sudah sampai masuk pendidikan dini sekolah. Ini sangat perlu bimbingan agama bagi anak yang perlu diajarkan di masjid. (H-3)