
KEMENTERIAN Hak Asasi Manusia Republik Indonesia hari ini menyelenggarakan Peresmian Memorial Living Park Aceh di bekas lokasi Rumoh Geudong, Gampong Bili, Kabupaten Pidie, Kamis (10/7).
Peresmian ini merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat, dan merupakan kelanjutan dari komitmen pemerintah dalam upaya pemulihan, dan pencegahan keberulangan pelanggaran HAM yang berat.
Momentum Penting?
Wakil Menteri Hak Asasi Manusia (WamenHAM), Mugiyanto, menyampaikan peresmian Memorial Living Park merupakan momentum penting bagi bangsa Indonesia melakukan penanganan dan pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM yang berat secara nonyudisial.
”Kita disini tidak sedang membuka luka lama, tetapi sedang membangun jembatan pemulihan untuk menyambung kembali kemanusiaan dan persaudaraan kita yang pernah terkoyak,” terang Mugiyanto.
Negara Hadir?
WamenHAM mengungkapkan pembangunan memorial ini sebagai implementasi prinsip-prinsip HAM khususnya hak korban atas pengakuan, pemulihan, dan jaminan ketidakberulangan.
"Negara hadir bukan hanya untuk mengakui, tetapi juga untuk menghadirkan ruang pemulihan, rekonsiliasi, dan perdamaian yang bermartabat." Ucapnya.
Wujud Kolaborasi?
Lebih dari itu, Memorial Living Park diproyeksikan menjadi wujud kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat sipil dalam membangun pendekatan kemanusiaan yang berkelanjutan. Kementerian HAM akan memastikan Memorial Living Park dikelola secara bersama, terutama melibatkan seluas-luasnya partisipasi korban.
”Kami mengajak seluruh pihak untuk menjaga ruang ini bukan hanya sebagai taman, tetapi sebagai pusat peradaban, tempat kita menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan dalam tindakan nyata,” himbau Mugiyanto.
Serahkan Bantuan?
Sebagai rangkaian dari peresmian, Kementerian Hak Asasi Manusia bersama Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan dan Kementerian Sosial telah menyerahkan bantuan sosial kepada 1.312 kepala keluarga sekitar Memorial Living Park.
Selain itu, Pemerintah telah memberikan tali asih kepada para korban yang belum masuk dalam skema pemulihan berdasarkan Instruksi Presiden No 2 Tahun 2023, diantaranya: tali asih kepada 27 korban Peristiwa Rumoh Geudong dan 57 Korban Peristiwa Simpang KAA.
Luas Memorial?
Kawasan Memorial Living Park berdiri di atas lahan seluas lebih dari 7.000 meter persegi, mencakup elemen-elemen seperti monumen peringatan, taman damai, masjid, ruang edukasi hak asasi manusia, area publik, dan sumur bor/menara air untuk kebutuhan masyarakat.
Memorial Living Park ini dibangun bukan hanya sebagai simbol peringatan, tetapi juga sebagai wujud kehadiran negara dalam memberikan ruang aman dan bermartabat kepada para penyintas, keluarga korban, dan masyarakat luas untuk mengenang, berdialog, serta membangun masa depan yang lebih damai dan adil.
Belas Kasihan?
Pemerintah akan terus mendorong upaya-upaya pemulihan lainnya, baik melalui layanan kesehatan, bantuan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun penyediaan akses pendidikan bagi keluarga korban. Pemulihan ini bukan semata bentuk belas kasihan, melainkan bentuk pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.
"Semoga taman ini menjadi pengingat dan penguat komitmen kita semua, bahwa pelanggaran HAM yang berat tidak boleh terjadi lagi di bumi Indonesia." pungkasnya. (Cah/P-3)