
PEMANGKASAN besar-besaran terhadap pendanaan ilmiah oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump memicu kekhawatiran luas di kalangan ilmuwan. Sejak awal 2025, kebijakan pemotongan dana federal untuk sains membuat ribuan peneliti kehilangan pekerjaan atau akses terhadap hibah. Di tengah ketidakpastian tersebut, sejumlah negara dan universitas di luar negeri bergerak cepat menawarkan tempat berlindung bagi para peneliti yang terdampak.
Menurut Niall Hegarty dari Universitas St. John, pertumbuhan jumlah mahasiswa asing ke AS melambat dipicu oleh kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak ramah tersebut. Konselor penerimaan Hafeez Lakhani menyebutkan bahwa semakin banyak mahasiswa internasional kini memilih Inggris atau Kanada sebagai tujuan kuliah. "Hal ini mengirimkan sinyal ke seluruh dunia bahwa Harvard tidak hanya tertutup bagi para pelajar internasional terbaik dan terpandai, tetapi AS juga bukan tempat yang ramah bagi mahasiswa internasional," katanya.
Langkah ini membuka peluang baru bagi negara lain untuk merekrut ilmuwan top dari AS. Kanada, Prancis, Australia, dan Uni Eropa meluncurkan berbagai program untuk menarik para peneliti tersebut. Program Canada Leads yang dimulai pada April bertujuan membawa ilmuwan biomedis muda ke Kanada.
Prancis melalui Universitas Aix-Marseille memperkenalkan inisiatif Tempat Aman untuk Sains. Presiden Universitas Aix-Marseille, Eric Berton, menyampaikan bahwa para pelamar dari AS lebih mengutamakan kebebasan akademik ketimbang imbalan finansial. "Rekan peneliti Amerika kami tidak terlalu tertarik dengan uang. Yang mereka inginkan di atas segalanya yaitu dapat melanjutkan penelitian mereka dan agar kebebasan akademis mereka dipertahankan," jelasnya.
Australia meluncurkan Program Daya Tarik Bakat Global dengan iming-iming gaji tinggi dan fasilitas relokasi. "Menanggapi yang tengah terjadi di AS," ujar Anna-Maria Arabia, kepala Akademi Ilmu Pengetahuan Australia, Rabu (28/5), "Kami melihat peluang yang tak tertandingi untuk menarik beberapa pemikir terpintar di sini," sebutnya.
Bukan keputusan mudah
Sementara itu, Uni Eropa memanfaatkan momentum tersebut dengan mempercepat peluncuran inisiatif Pilih Eropa untuk Ilmu Pengetahuan. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen bahkan menyatakan bahwa Uni Eropa akan menetapkan kebebasan penelitian ilmiah ke dalam hukum.
Meski belum dapat dipastikan seberapa banyak ilmuwan yang benar-benar akan meninggalkan AS, minat untuk pindah mulai terlihat. Hampir setengah dari pendaftar program Tempat Aman untuk Sains berasal dari peneliti berbasis di AS.
Lembaga seperti Institut Genetika, Biologi Molekuler, dan Seluler Prancis, serta Max Planck Society Jerman, juga melaporkan lonjakan aplikasi dari ilmuwan asal Amerika.
"Ada ancaman terhadap sains di perbatasan selatan," kata Brad Wouters dari University Health Network di Kanada. "Ada banyak sekali bakat, seluruh kelompok yang terpengaruh oleh momen ini," sebutnya.
Namun, para peneliti mengakui bahwa pindah negara bukanlah keputusan mudah. Selain tantangan praktis seperti pengasuhan anak dan sistem pensiun, ada ikatan emosional dan komunitas yang sulit ditinggalkan.
Peneliti postdoktoral di University of Wisconsin-Madison, Brandon Coventry, mengatakan dirinya tidak pernah ingin meninggalkan Amerika Serikat, tetapi ini pilihan yang serius baginya. Marianna Zhang dari New York University menyampaikan Amerika sebagai negara tidak lagi tertarik mempelajari pertanyaan-pertanyaan seperti pertanyaannya setelah hibahnya dibatalkan. Meskipun peluang di luar negeri tersedia, belum jelas apakah jumlah posisi dan pendanaan yang ditawarkan dapat menyamai kehilangan besar dari sisi pendanaan sains di AS.
Biro Pendidikan Hong Kong pun meminta semua universitasnya untuk memperkenalkan institusi pendidikan kepada mereka yang terdampak kebijakan Trump. "Segera meminta semua universitas di Hong Kong untuk memperkenalkan langkah-langkah fasilitasi bagi mereka yang memenuhi syarat dengan tujuan melindungi hak-hak dan kepentingan sah dari para siswa dan pelajar serta menarik bakat-bakat terbaik," katanya. (The Guardian/Dhk/I-2)