
KPK Beberkan Alasan Menyita Motor Royal Enfield Hitam Ridwan Kamil
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sepeda motor merek Royal Enfield jenis Classic 500 Limited Edition milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kendaraan itu diambil sementara gegara diyakini berkaitan dengan kasus suap dugaan rasuah dalam pengadaan iklan di PT Bank BJB.
“Penyitaan itu harus ada dasarnya, apa bahwa ada kaitan dengan perkara yang sedang ditangani,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Senin, 28 April 2025.
Ridwan Kamil sejatinya memiliki dua motor berjenis Royal Enfield. Satunya, berwarna hijau dan kerap digunakan olehnya dalam sejumlah acara.
Motor yang hijau itu diduga tidak berkaitan dengan perkara yang ditangani penyidik. Sehingga, kata Tessa, penyitaan tidak bisa dilakukan.
“Jadi antara penyitaan atau barang bukti itu terkait dan bisa menerangkan dalam hal ini bisa dokumen atau barang bukti elektronik, atau juga kalau itu dalam bentuk aset, rumah, kendaraan bisa merupakan aset yang digunakan dalam sebuah tindak pidana dalam hal ini adalah korupsi, atau aset tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi yang sedang ditangani, diduga,” ujar Tessa.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah. (Can/P-3)