
KENAIKAN harga pangan yang terjadi menjelang dan saat Ramadan telah terjadi berulang. Sayangnya pemerintah seolah tak memetik pelajaran dari pengalaman dan melakukan pembenahan terkait hal itu.
"Hampir setiap Ramadan, harga pangan itu naik. Ketika Ramadan kgmintaan akan bahan pokok meningkat, sementara dari sisi supply relatif tetap, sehingga harga terkerek. Dan mengapa ini selalu berulang, seperti tidak belajar dari pengalaman sebelum-sebelumnya," ujar ekonom dari Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Eliza Mardian saat dihubungi, Jumat (28/2).
Menurutnya, pangkal permasalahan kenaikan harga menjelang Ramadan ialah karena kendali stok bahan pokok sebagian besarnya berada di tangan swasta. Akses pemerintah terhadap data stok swasta juga dinilai kurang mumpuni.
Alhasil pengambil keputusan tak mampu mengendalikan harga. Pemerintah hanya mampu menyediakan alternatif tempat bagi masyarakat membeli bahan pokok dengan harga murah melalui operasi pasar.
"Intervensi pemerintah lebih ke menyediakan bahan bahan pokok dengan harga murah di lokasi tertentu. Sayangnya ini tidak menjangkau semua daerah," kata Eliza.
"Begini lah jika kita belum memiliki dashboard supply demand real time. Mestinya ada data petani. menanam apa, berapa produksinya di daerah mana," sambungnya.
Tanpa data yang jelas, pemerintah sulit merencanakan distribusi atau mengambil langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas harga, apalagi saat kgmintaan naik drastis seperti di bulan Ramadan.
Solusi yang menurut Eliza saat ini bisa dilakukan ialah menyerap produk-produk para petani. Jangan sampai petani justru lebih memilih menjual produknya ke bandar. Hal itu bisa dilakukan dengan mengoptimalisasikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
BUMDes dapat diberdayakan menjadi lokasi untuk menjual hasil tani. Ketika setiap desa memiliki basis data komoditas real time, kata Eliza, BUMDes bisa menentukan akan menjual komoditas tersebut dengan bantuan dinas terkait di daerah yang memiliki data terkait.
"Karena kalau masih saja lewat bandar atau tengkulak, harga di tingkat konsumen tidak bisa terkendali," tuturnya.
Belum lagi setiap desa menerima Dana Desa. Menurut Eliza, dana itu lebih baik digunakan untuk membeli produk petani. Sebab dalam 10 tahun terakhir Dana Desa banyak digunakan untuk membangun infrastruktur. Karenanya, sekarang dianggap waktunya Dana Desa digunakan untuk menggerakkan perekonomian lokal.
"Jika skema ini berhasil diterapkan, petani untung harganya dibeli dengan wajar dan adil, konsumen pun untung karena harganya tidak terlalu mahal dan harganya memang sesuai dengan supply-nya," terang Eliza.
"Karena kerap kali harga di pasar itu tidak mencerminkan supply. Karena ada asimetris informasi dan pasar komoditas pangan di Indonesia sering kali bersifat oligopolistik, di mana segelintir pelaku usaha middlemen yang menguasai rantai pasokan dan distribusi, jadinya harga jadi gampang dimanipulasi," pungkas dia.
Berdasarkan pantauan pada panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Jumat (28/2), sejumlah harga bahan pangan mengalami kenaikan menjelang Ramadan.
Beberapa harga komoditas tercatat berada di atas ketetapan dan sasaran pemerintah seperti beras premium, beras medium, cabai rawit merah, minyak goreng curah, hingga Minyakita.
Harga rata-rata nasional beras premium tercatat Rp15.524 kilogram (kg), di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) nasional senilai Rp14.900. Lalu harga rata-rata nasional beras medium tercatat Rp13.640 kg, lebih tinggi dari HET nasional yang senilai Rp12.500 kg.
Bahkan harga beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga tercatat lebih tinggi dari HET nasional. Tercatat harga rata-rata nasional beras SPHP Rp12.575 kg, lebih tinggi dari HET nasional senilai Rp12.500 kg.
Selain itu, harga rata-rata nasional cabai rawit merah kg mencapai Rp78.447, sementara Harga Acuan Penjualan Tingkat Konsumen sesuai Perbadan 6/2024 dan Perbadan 12/2024 berada di kisaran Rp40.000 hingga Rp57.000 kg.
Kemudian harga minyak goreng curah secara rerata nasional tercatat Rp17.864 kg/liter, di atas HET Minyakita yang senilai Rp15.700 kg/liter. Begitu pula dengan harga rata-rata nasional Minyakita yang tercatat Rp17.663 kg/liter. (Mir/M-3)