
KEJAKSAAN Negeri (Kejari) Batam menahan seorang manajer PT Sentek Indonesia, berinisial PTP, yang diduga kuat terlibat dalam pengalihan ilegal lahan fasilitas umum (PSU) di kawasan Perumahan Merlion Square, Tanjunguncang, Batu Aji.
Lahan seluas 4.946 meter persegi yang semestinya diperuntukkan bagi fasilitas pendidikan, justru dijual kepada pihak lain dengan nilai transaksi mencapai Rp4,89 miliar.
Menurut Kepala Kejari Batam, I Ketut Kasna Dedi, penjualan lahan tersebut menyebabkan negara kehilangan hak memanfaatkan lahan untuk kepentingan pendidikan, serta mengalami kerugian negara senilai Rp4,89 miliar lebih. “Lahan tersebut dijual dengan nilai Rp4,89 miliar. Negara tidak dapat memanfaatkan lahan sesuai fungsinya dan mengalami kerugian hingga Rp4,89 miliar lebih,” katanya, Selasa (17/6).
PTP, yang menjabat sebagai manajer di perusahaan pengembang perumahan itu, diketahui menjual lahan strategis tersebut kepada warga negara Korea Selatan berinisial KKJ, Ketua Yayasan Suluh Mulia Pionir. Padahal, lahan itu merupakan bagian dari kewajiban pengembang untuk diserahkan kepada Pemerintah Kota Batam sebagai fasilitas pendidikan.
Penetapan PTP sebagai tersangka dilakukan setelah tim penyidik Kejari Batam mengantongi empat alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, dokumen, dan petunjuk yang mendukung adanya pelanggaran hukum. Saat ini, PTP telah ditahan selama 20 hari di Rutan Batam untuk kepentingan penyidikan.
TERUNGKAP
Kasus ini terungkap setelah Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Batam menemukan kejanggalan saat membantu Pemerintah Kota Batam menagih aset Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) dari para pengembang.
Penelusuran lebih lanjut membuktikan adanya pengalihan aset PSU secara ilegal di kawasan Merlion Square. “Hasil Puldata dan Pulbaket, penyidik menemukan bukti awal penyalahgunaan lahan PSU. Hingga kini, sudah 15 orang kami mintai keterangan,” ujarnya.
Kasus ini telah naik ke tahap penyidikan sejak 9 September 2024. Kejaksaan menjerat PTP dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Proses penyidikan masih terus berlangsung, dan Kejari Batam tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka tambahan dalam kasus ini.
“Tim penyidik terus menggali fakta-fakta hukum. Kami juga menelusuri peran yayasan penerima lahan serta kepemilikan pihak-pihak terkait,” tambahnya.
Penyerahan PSU oleh pengembang merupakan kewajiban hukum untuk menjamin hak masyarakat terhadap akses pendidikan dan layanan dasar. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini, menurut Kejari Batam, mencederai keadilan sosial dan tata kelola lahan di Kota Batam yang tengah berkembang pesat. (E-2)